Remaja, Kesehatan, dan Sindrom Reproduksi*


Oleh. Mohammad Takdir Ilahi*

Menjelang Hari Kesehatan se-Dunia yang sebentar lagi akan kita rayakan, terasa menjadi momen kebangkitan bagi WHO (World Health Organisation) sebagai organisasi kesehatan dunia. Betapa tidak, WHO memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengentaskan masalah kesehatan yang menimpa masyarakat di dunia. Apalagi, berbagai persoalan kesehatan, seperti munculnya virus flu babi menjadi cacatan penting dalam mengendalikan sindroma kesehatan yang sangat akut.

Memasuki era kontemporer ini, kita melihat berbagai persoalan remaja semakin menampakkan peningkatan yang cukup signifikan. Semisal persoalan kenakalan remaja, pergaulan bebas, seksualitas, HIV dan AIDS, kehamilan, narkoba, dan pemerkosaan. Persoalan remaja tersebut merupakan bagian dari Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang menjadi sindrom bagi kelangsungan hidup dan masa depan remaja. Tak heran, kalau Kesehatan Reproduksi Remaja mendapatkan perhatian khusus dari kedokteran dan psikolog untuk dianalisis berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Kesehatan Reproduksi Remaja, pada dasarnya berkaitan dengan kematangan dan pertumbuhan jasmani dan rohani remaja. Namun seringkali, remaja tidak memperhatikan kesehatan reproduksinya, karena kerapkali berfoya-foya untuk menikmati masa-masa remajanya yang penuh dengan keindahan.

Perlu disadari, bahwa masa remaja banyak diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, keinginan, kesempatan, dan seringkali menghadapi resiko-resiko kesehatan reproduksi. Sehingga, kebutuhan untuk pelayanan kesehatan terhadap reproduksi remaja menjadi perhatian serius di seluruh dunia.

Sindrom Reproduksi

Perhatian serius dari dunia Internasional, pada gilirannya melahirkan sebuah rekomendasi International Conference on Population and Development (ICPD) Tahun 1994, yang memiliki kepedulian untuk menciptakan berbagai program kesehatan agar dapat lebih memenuhi kebutuhan para remaja di bidang kesehatan reproduksi. Kendati demikian, program yang telah dilaksanakan masih terbatas pada negara-negara berkembang.

Kalau kita melihat fakta yang terkait dengan problem kesehatan remaja, seolah-olah kita dibuat tidak percaya dengan laporan beberapa peneliti yang berkompeten terhadap persoalan remaja. Dari laporan UNFPA, sekitar 1 Milyar manusia-hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja; 85% diantaranya hidup di negara-negara berkembang. Bahkan, banyak remaja yang sudah aktif secara seksual (meski tidak selalu atas pilihan sendiri), dan kegiatan seksual menampakkan remaja pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi.

Menurut Blanc (1998), setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS). Secara gobal, 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda berusia 15-25 tahun. Prakiraan terakhir adalah setiap hari ada 7.000 ribu remaja yang terinfeksi HIV.

Dari cacatan di atas, dapat kita pahami bahwa persoalan Kesehatan Reproduksi Remaja sangat dilematis dan ironis. Inilah yang penulis sebut sebagai “sindrom reproduksi” yang mengganggu bpeningkatan produktivitas dan kreativitas remaja. Betapa tidak, resiko kesehatan reproduksi dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup mereka. Hal ini menunjukkan bahwa remaja masih banyak yang kekurang informasi tentang pentingnya kesehatan reproduksi, sehingga tidak memperhatikan dan menanyakan langsung kepada petugas kesehatan atau tempat klinik.
Melihat kondisi yang demikian, maka penting kiranya untuk mengetahui resiko Kesehatan Reproduksi Remaja sebagai bagian dari pengenalan agar tidak terjebak dengan pergaulan bebas dan kenakalan remaja itu sendiri. Pertama, resiko kehamilan bagi wanita yang masih berusia muda. Kehamilan pada gilirannya akan membawa mordibitas dan mortalitas yang lebih besar dari wanita yang telah berusia di atas 20 tahun. Kedua, aborsi yang tidak aman, yang menyebabkan kematian bagi remaja putri. Ketiga, Penyakit Menular Seksual (PMS), berupa HIV dan AIDS. Keempat, Female Genital Mutilation (FGM), yaitu pemotongan alat kelamin luar wanita baik sebagian maupun secara keseluruhan.

Pentingnya Konseling

Menghadapi persoalan kesehatan reproduksi, remaja seharusnya mampu memanfaatkan pusat-pusat informasi dan konseling yang terdapat di berbagai daerah sebagai bagian dari upaya untuk menimalisir resiko kesehatan yang lebih parah. Pusat-pusat informasi yang bertugas menangani masalah kesehatan, menurut saya, sangat membantu remaja untuk memahami pentingnya kesehatan di usia muda.

Begitu juga dengan pemanfaatan konseling yang dinilai cukup efektif untuk membantu persoalan remaja, karena melalui konseling ini, remaja akan diberi berbagai penyuluhan berkaitan dengan resiko dan akibat free sex dan lain sebagainya. Dalam pandangan Singgih D. Gunarsa (1998), konseling merupakan suatu teknik yang dipakai oleh anggota suatu bidang keahlian tertentu, khususnya pekerjaan sosial, psikologi, pendidikan dan agama.

Untuk mengatasi persoalan Kesehatan Reproduksi Remaja, maka diperlukan adanya program yang dinilai efektif untuk mengurangi maraknya pesta seks, narkoba, dan pelecehan seksual bagi remaja putri. Program yang ditawarkan mesti dapat memberikan informasi dan pelayanan secara khusus, sekaligus membantu remaja untuk mengembangkan pengambilan keputusan, kreativitas dan keterampilan utama yang lain.

Pertama, penyediaan pelayanan klinis yang dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlatih untuk menghadapi masalah reproduksi dan kontrasepsi yang dinilai sangat peka, sehingga mempermudah akses remaja untuk berkonsultasi tentang persoalan kesehatan reproduksi.
Kedua, pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi setiap program yang dilaksanakan. Selain dari petugas kesehatan, pemberian informasi ini juga bisa dilakukan oleh orang tua sebagai informan pertama yang dianggap memahami kondisi kesehatan reproduksi remaja.

Ketiga, mengembangkan kemampuan praktis untuk meningkatkan kesehatan mereka. Salah satu pendekatan untuk menghadapi tantangan ini adalah “pilihlah masa depan”. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan dorongan moril kepada remaja, agar lebih terorientasi pada kepentingan kesehatan dan kelangsungan masa depan hidupnya kelak. Sehingga apa yang menjadi cita-citanya tidak terhambat, dan kesehatan reproduksi mereka bisa terkontrol dengan baik.

Keempat, menjamin program yang cocok dan relevan bagi kesehatan reproduksi remaja, sehingga akan terbangun sebuah layanan kesehatan yang benar-benar efektif untuk membantu persoalan remaja.

Dengan demikian, Kesehatan Reproduksi Remaja menjadi hal yang sangat penting untuk membangun masa depan remaja yang sehat, mandiri, tegar, dan bertanggung jawab atas masa depan bangsa. Selain itu, remaja yang memiliki mental dan moral yang kuat adalah bagian dari gambaran remaja berorientasi masa depan dan menjadi harapan bangsa agar mencapai kemajuan yang didambakan.
*Tulisan dimuat di Bisnis Bali, 2 November 2008

Mohammad Takdir Ilahi,
Peneliti pada Centre For Religion and Cultural Studies Yogyakarta, Peminat Kajian Perbandingan Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Alamat: Gg. Ori 02. No. 6-F Papringan Depok Sleman Yogyakarta.
Emael. tkdr_ilahi@yahoo.co.id.


Komentar