Revitalisasi Potensi Ritel Makanan: Usaha Strategi Pemasaran Home Industry Rengginang di Madura

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi

Produksi ritel makanan merupakan salah satu potensi home industry terbesar kedua setelah pertanian yang memiliki prospek dan peluang jangka panjang sehingga mampu menyerap tenaga kerja di daerah. Home industry ini juga diyakini memiliki pertumbuhan yang cukup pesat untuk mengembangkan potensi produk makanan tradisional yang tetap menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat secara keseluruhan. Tak heran bila banyak pengusaha tertarik untuk mengembangkan bisnis ritel makanan di berbagai daerah yang dianggap mampu meraup keuntungan yang besar dari sektor ini.
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman jenis kulinier yang dapat dikembangkan menjadi bagian dari home industry di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar pada bisnis ritel makanan di daerah-daerah. Potensi ritel makanan yang besar tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan produk rumah tangga yang mampu menyerap tenaga kerja di daerah. Terbukti, penjualan beberapa produk di pasar ritel lokal menunjukan pertumbuhan yang baik pada September 2009. Bahkan kenaikan penjualan ritel produk-produk itu cukup signifikan, termasuk produk makanan dan minuman.
Terlebih lagi, permintaan konsumen terhadap produk makanan ringan lokal masih tinggi, meski Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) mulai diberlakukan. Kondisi ini dimanfaatkan produsen dalam negeri untuk terus berpenetrasi di sektor ritel makanan yang mempunyai prospek bisnis cukup menjanjikan. Direktur PT Sekar Laut Tbk, John C Gozal mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, produk makanan ringan memang cukup potensial, apalagi bagi produsen yang selalu melakukan inovasi produk.Terbukti, di 2009 penjualan produknya naik 10-15 persen dibanding tahun sebelumnya. Menurutnya, sektor ritel masih menjadi tumpuan bagi produk makanan ringan, mengingat sebagian besar penjualannya melalui ritel, baik modern maupun tradisional. Oleh karena itu, pihaknya berupaya memberikan pilihan yang lebih ke konsumen. (Surya, 8 Juli 2010).
Salah satu potensi ritel makanan di Madura adalah home industry rengginang. Jenis ritel makanan ini menunjukkan suatu kemajuan yang cukup signifikan, karena berhasil memberikan daya tarik bagi konsumen lokal, nasional, dan Internasional. Home industry rengginang di Madura ini seolah-olah telah menjadi makanan khas yang semakin melekat di tengah-tengah masyarakat, apalagi bisnis retil makanan tersebut memiliki potensi pemasaran dan mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat yang pengangguran. Rengginang telah menjadi industri kerajinan yang ditekuni hampir seluruh masyarakat Madura, bahkan menjadi sumber penghidupan yang dapat menghasilkan keuntungan cukup menjanjikan bagi peningkatan taraf hidup mereka.
Rengginang merupakan sejenis kerupuk yang dibuat dari nasi atau nasi ketan yang dikeringkan lalu digoreng panas (deep-fry). Agak berbeda dari jenis kerupuk lain, yang dibuat dari adonan bahan yang dihaluskan (seperti tepung tapioka atau tumbukan biji melinjo), rengginang tidak dihancurkan, sehingga bentuk butiran nasi masih tampak. Tidak heran bila home industry rengginang menjadi salah satu kerajinan rumah tangga yang mempunyai pengaruh siginifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan membantu mengurangi kebutuhan hidup yang sangat mendesak. Itulah sebabnya, keberadaan home industry rengginang menjadi bagian penting bagi masyarakat guna melestarikan salah satu potensi lokal yang niscaya ditawarkan kepada khalayak ramai. Sebagai bagian dari jenis retil makanan rumah tangga, rengginang diharapkan tetap bersaing dalam mengembangkan potensi lokal yang sedang berkembang pesat tersebut.
Kita pun patut bangga dengan kekayaan kulinier Indonesia yang mampu bersaing dan memberikan rasa optimisme terhadap potensi retil makanan yang dapat digali sebagai keunggulan dan keistimewaan masing-masing daerah. Rengginang sebagai bagian dari bisnis retil makanan memiliki sejumlah nilai strategis lain dilihat dari aspek pemberdayaan ekonomi rakyat, pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran, pemanfaatan sumber daya alam hingga pelestarian budaya bangsa. Lebih dari itu, industri makanan khas daerah khususnya oleh-oleh, memiliki potensi besar untuk menembus pasar Internasional. Jika ini terwujud, akan lebih banyak manfaat yang bisa diperoleh dari bisnis ritel makanan tersebut sehingga dapat menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya di lingkungan masyarakat pedesaan.
Jika dicermati dari besarnya potensi dan nilai strategis yang dimilikinya, bisnis ritel makanan berbasis local wisdom ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak khususnya pemerintah daerah dan pihak terkait. Itulah sebabnya, bisnis retil makanan ini diharapkan tetap eksis dari waktu ke waktu walaupun diterpa badai krisis yang dapat mengurangi optimisme masyarakat dalam menggerakkan industri rumah tangga tersebut. Melihat trend dan pertumbuhan potensi retil makanan pada tahun 2007 lalu telah terdapat tidak kurang dari 140.000 unit usaha yang bergerak di produksi makanan tradisional, di mana 45.000 merupakan industri berskala kecil dan menengah (IKM) dan 95.000 merupakan industri rumah tangga (non-formal). Tenaga kerja yang berhasil diserap secara langsung mencapai 340.000 orang, di mana IKM sebanyak 180.000 orang dan rumah tangga sebanyak 160.000 orang. (Suara Karya, edisi 18 Juli 2007).

Persoalan Pengembangan Potensi Retil Makanan

Kendati demikian, ada banyak persoalan yang menghambat pengembangan potensi retil makanan di Madura. Pertama, dari sisi pengetahuan akan sistem pencatatan dan pembukuan kegiatan operasional produksi home industry rengginang di Madura, ternyata masih ada home industry yang belum secara optimal mengetahui bagaimana sistem pencatatan dan pembukuan yang baik dan benar. Beberapa home industry hanya memperkirakan jumlah laba yang diperoleh dengan membandingkan jumlah modal yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk dengan hasil jual yang diperoleh dengan tidak memperhitungkan biaya- biaya yang tidak langsung dikeluarkan.
Kedua, dari sisi minimnya alat operasional produksi khususnya alat– alat produksi yang modern. Dalam konteks ini, alat-alat produksi itu digunakan sebagai upaya utuk menghasilkan hasil produksi yang memuaskan sehingga memberikan kepuasaan kepada konsumen yang tertarik dengan pengembangan potensi retil makanan khas Indonesia. Saya menyadari, alat-alat produksi untuk pengembangan rengginang dapat menjadi nilai plus bagi keunikan dan keistimewaan produk rumah tangga ini. Pendek kata, pengembangan potensi retil makanan di Madura masih kekurangan alat operasional yang dapat mendukung kelancaran produksi dan pemasaran di lapangan.
Ketiga, dari sisi tingkat pemasaran dan distribusi hasil produksi. Hasil produksi rengginang masyarakat Madura masih dipasarkan di daerah sekitar. Dari sisi ini saya melihat bahwa ada berbagai aspek yang mempengaruhi tingkat pemasaran dan distribusi hasil produksi home industry di Madura masih ada yang belum optimal, yaitu disebabkan oleh ketergantungan pada kondisi alam sekitar dan mereka dihadapkan dengan bahan baku yang musiman. Selain itu, masih ada home industry yang sudah merasa puas dengan hasil yang diperoleh, padahal produk yang mereka hasilkan masih bisa dipasarkan ke daerah– daerah yang lebih luas.
Kalau kita telusuri secara lebih mendalam, produk– produk masyarakat Madura cukup menjanjikan, hanya saja jalur distribusi pemasarannya belum maksimal karena tidak ada usaha untuk meningkatkan tingkat pemasaran dengan memperbanyak jalur distribusi. Hal ini disebabkan juga oleh produk yang mereka hasilkan belum bervariasi baik dari segi bentuk, rasa dan kemasan. Home industry masih kesulitan untuk mendapatkan kemasan yang mereka inginkan.
Keempat, dari sisi pengetahuan managemen untuk home industry pendirian dan pengembangan ritel makanan tanpa dibarengi dengan pengetahuan managemen tentu hasilnya kurang memuaskan. Pendirian dan pengembangan home industry dengan landasan ikut– ikutan usaha tetangga yang terlihat sukses tanpa mempertimbangkan beberapa hal yang tercakup dalam pengetahuan managemen tentu usaha tersebut tidak akan berlangsung lama.

Optimisme Ritel Makanan dan Target Pemasaran bagi Konsumen

Ritel makanan tradisional di berbagai daerah boleh dibilang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ini karena, sebagian masyarakat tetap memanfaatkan kerajinan rumah tangga yang berbentuk produk makanan ini sebagai mata pencaharian mereka. Itulah sebabnya, ritel makanan menjadi potensi luar biasa bagi pengembangan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, apalagi ritel makanan tersebut memberikan daya tarik tersendiri bagi konsumen agar dijadikan makanan favorit.
Di tengah persaingan ritel makanan modern yang semakin canggih, diharapkan masyarakat tetap optimis dengan bisnis ritel makanan tradisional yang menggunakan alat operasional secara sederhana. Bagi saya, persaingan produksi bukan menjadi penghalang untuk mengembangkan potensi kulinier Indonesia yang dikenal bervariatif dan berdaya saing. Pada intingnya, penjualan ritel makanan harus ditopang oleh target pemasaran yang jelas dan tepa guna.
Nilai yang paling penting dalam mempertahankan produk rengginang adalah optimisme dari pengrajin rengginang sendiri, karena hal itu berkaitan dengan semangat dan kepercayaan diri agar tetap berkecimpung dengan hiruk pikuk pemasaran rengginang. Daya dorong inilah yang memberikan spirit baru bagi pengusaha rengginang untuk tetap mempertahankan usahanya walaupun menghadapi kenyataan pahit yang tidak mungkin dihindarkan, semisal kebangkrutan maupun kerugian yang cukup besar.
Bila kita mengacu pada motivasi pengusaha rengginang, maka optimisme dalam bidang produksi maupun pemasaran lebih mengarah pada dimensi sikap, persepsi, dan tingkah laku para pelaku UKM atau pengusaha rengginang itu sendiri. (Indra Ismawan, 2001). Dimensi-dimensi itulah yang cukup mempengaruhi ketahanan pengusaha rengginang dalam menghadapi gejolak krisis yang cukup riskan menghantui mereka. Tidak heran, bila dimensi-dimensi tersebut dijadikan sebagai alat dan jalan alternatif agar mereka tetap mempertahankan usahanya dengan mengabaikan kemungkinan yang akan terjadi.
Kendati demikian, kita tidak boleh lupa bahwa para pengusaha rengginang, kerapkali menghadapi dilema persaingan karena tidak mampu bertahan ditengah gejolak yang muncul. Masalah lain yang perlu dipikirkan adalah persoalan target dalam memproduksi atau memasarkan produknya. Jika masalah ini terabaikan oleh pengusaha rengginang, maka hal itu bisa berakibat fatal terhadap nilai jual rengginang itu sendiri. Itulah mengapa, mencanangkan target pemasaran bagi para konsumen merupakan salah satu usaha agresif dalam menentukan pencapaian yang lebih membanggakan.

Optimalisasi Ritel Makanan dan Strategi Pemasaran Untuk Peningkatan Produksi

Kalau kita mau jujur, ternyata krisis moneter yang menimpa bangsa kita tidak menjadi persoalan bagi para UKM atau pengusaha ritel makanan untuk tetap survive dalam mempertahankan usahanya. Bahkan, boleh dibilang kondisi yang demikian bisa menjadi momentum bagi para usaha kecil dan menengah untuk memperluas pangsa pasar dan omzet penghasilan. Kenapa demikian, karena sentrum ekonomi masyarakat bukanlah terletak pada perusahaan besar, melainkan berpusat pada sektor riil di masyarakat, semisal sektor pertanian maupun sektor industri rumah tangga yang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pertanyaannya, bagaimana strategi yang mereka gunakan untuk menerobos krisis tanpa harus merasakan kondisi yang dilematis itu?
Itulah sebabnya, dalam usaha ritel makanan rengginang dibutuhkan upaya aplikatif untuk meningkatkan produksi di tengah gejolak krisis yang belum reda. Hal ini dimksudkan untuk memberdayakan potensi-potensi lokal yang berkembang di masyarakat agar tetap bertahan menghadapi segala cobaan yang datang secara tiba-tiba. Pemberdayaan itu bisa dimulai dengan melakukan pembinaan dan bimbingan terhadap kualitas SDM pengusaha rengginang, terutama menyangkut masalah keahlian dalam meracik kemasan yang terdapat dalam bungkus rengginang itu sendiri.
Terlepas dari itu semua, kita perlu merancang strategi pemasaran agar produk rumah tangga yang kita tawarkan memiliki nilai jual yang cukup tinggi sehingga bisa mengatrol modal yang telah dikeluarkan sebelumnya. Pada intinya, kita tidak perlu mengiklankan produk di media massa, melainkan cukup dengan memberikan tawaran kepada orang-orang, apakah produk kita bisa memberikan kepuasan atau tidak? Mekanisme demikian, menurut saya sudah cukup efektif dalam meningkatkan omzet daya saing sekaligus penghasilan yang diperoleh dari penjualan produk kita.
Namun, bila kita mengacu pada dimensi harga penjualan, maka kita membutuhkan strategi seperti psychological price. Menurut analisis Indra Ismawan (2001), kalau produk inferior harganya direduksi, maka kesan inferioritas itu akan semakin tampak. Akan tetapi kalau harganya dinaikkan, maka akan menciptakan citra produk yang lebih baik. Oleh karena itu, maka perlu adanya efesiensi dalam menentukan harga yang pas sesuai tingkat kebutuhan masyarakat. Apalagi, kalau kita mencermati pencapaian produksi rengginang saat ini, maka kita perlu memperhatikan untung rugi guna memberikan keyakinan akan nilai jual yang ditawarkan.
Dalam konteks ini, para pengusaha retil makanan rengginang harus menyadari akan pentingnya strategi pemasaran yang brilian dan progresif bagi terciptanya kualitas produksi yang dihasilkan sehingga secara terus menerus mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Maka, dalam esai ini, saya memberikan tawaran progresif bagi terciptanya usaha produksi yang lebih menjanjikan dan mencerahkan.
Pertama, memberikan bantuan modal bagi pengusaha retil makanan agar tetap survive dalam mengelola dan meningkatkan daya saing dengan home industry yang lain. Bantuan modal ini bisa berupa sarana fisik yang menunjang terhadap pengembangan potensi retil makanan rengginang di Madura, semisal tempat penjemuran yang dibuat dari bumbu atau jaring yang digunakan untuk membantu dalam proses penjemuran. Tempat penjemuran itu dinamakan dengan bidak atau senoko. Dengan adanya bantuan modal tersebut, diharapkan ada peningkatan kualitas produksi dan omzet penghasilan yang lebih besar dari sebelumnya. Itulah sebabnya, pemerintah perlu memperhatikan masa depan bisnis retil makanan yang menjadi kekayaan kulinier nusantara, Akan tetapi, saya sendiri yakin kalau nilai jual atau nilai ekonomis retil makanan berupa rengginang akan mampu bersaing dengan usaha-usaha rumah tangga lainnya.
Kedua, legalisasi retil makanan ke Bappeda. Legalisasi di sini merupakan salah satu cara agar produk yang kita buat dilegalkan dan disahkan ke badan pemerintah daerah dilegitimasi sebagai badan home industry atau retil makanan yang mempunyai target pemasaran sampai ke luar negeri. Melalui pelegalan produksi retil makanan ini, maka jaminan terhadap keabsahan karya produksi bisa dipertanggung jawab secara hukum dan masyarakat.
Ketiga, membangun koperasi di kalangan pengusaha home industry atau yang bergelut dalam bisnis retil makanan, semisal rengginang. Pembangunan home industry ini dapat dijadikan sebagai tempat untuk mengelola modal yang dimiliki oleh para pengrajin rengginang agar tetap terjaga kekuatan finansialnya. Itulah mengapa, pembangun koperasi bagi pengembangan potensi retil makanan menjadi sangat penting guna meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mubyarto (1997), bahwa pengembangan koperasi identik dengan pengembangan ekonomi rakyat kecil. Tidak heran bila koperasi dibangun guna melindungi kepentingan kaum lemah dan miskin agar mereka bisa menciptakan usaha sendiri tanpa harus meminta bantuan kepada pemerintah.
Keempat, yang terpenting adalah menjaga standarisasi mutu atau kualitas. Dalam upayanya mempromosikan home industry rengginang, kita tidak boleh melupakan kualitas atau mutu yang menjadi ciri khas rengginang. Dalam artian, standard mutu itu bisa dijadikan alat yang ampuh untuk menarik minat konsumen agar merasakan gurihnya rengginang itu sendiri. Bila hal ini bisa dipertahankan dan dijaga secara berkelanjutan, maka saya yakin kegiatan pengembangan home industry rengginang ke depan akan semakin mengalami peningkatan secara signifikan.
Itulah sekelumit tentang usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan target pemasaran rengginang sesuai dengan kebutuhan masing-masing konsumen. Melalui strategi pemasaran yang telah dipaparkan di atas, saya merasa yakin kalau pengembanga home industry rengginang akan cepat berkembang pesat, apalagi kalau agen-agen yang memasarkan rengginang bergerak lebih cepat dan mampu memikat hati para konsumen.

Pengembangan Potensi Retil Makanan: Tujuan dan Peluang Usaha Jangka Panjang

Mengacu pada strategi pemasaran retil makanan rengginang yang telah dipaparkan di atas, maka hal itu pun berkaitan dengan tujuan dan usaha jangka panjang yang pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat. Menurut saya, setiap target pemasaran yang dilakukan, pasti tidak lepas dari tujuan jangka panjang, yakni peningkatan taraf ekonomi dan kepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari. Sebagai bentuk tujuan jangka panjang, pengembangan produk maupun pemasaran rengginang juga menyangkut nilai ekonomis yang dihasilkan dari penjualan tersebut.
Bagi masyarakat menengah ke bawah, tujuan pengembangan potensi retil makanan tiada lain sebagai upaya untuk mempertahankan kekayaan produksi rumah tangga di daerah agar tetap terpelihara dengan baik. Jika tujuan ini terus dipupuk sampai ke generasi selanjutnya, maka saya yakin taraf ekonomi masyarakat tidak akan terbentur oleh krisis ekonomi global, melainkan akan tetap bertahan ditengah gejolak yang sangat pelik tersebut. Dengan kata lain, saya menyadari akan pentingnya kesadaran terhadap pengembangan potensi-potensi lokal tanpa pengaruh oleh kebudayaan populer yang berkembang saat ini.
Sementara kalau kita mengacu pada peluang jangka panjang, maka saya merasa optimis bahwa peluang untuk bersaing dengan home industry lainnya akan tetap terjaga, apalagi kalau promosi yang dilakukan benar-benar intens. Ketika mencermati kegiatan produksi rengginang sebagai bagian dari produksi retil makanan, saya merasa apresiatif dengan pengembangan home industry kecil ini, karena melihat prospek dan masa depan rengginang akan tetap mampu bertahan, bahkan bisa saja akan semakin meningkat.
Bila kita meninjau ulang dari sudut pandang persaingan, maka para pengusaha retil makanan rengginang dianggap sudah terbiasa menghadapi persaingan pasar bebas. Maka, menghadapi ketatnya daya saing tersebut, dibutuhkan stimulus peningkatan daya saing UKM dengan tetap menjada nilai kualitas dan cita rasa rengginang itu sendiri.Jika ini tetap terpelihara dengan baik, maka peluang usaha jangka panjang untuk pengembangan home industry akan semakin terbuka lebar.
Dengan demikian, pengembangan potensi retil makanan dapat dimanfaatkan untuk melestarikan kekayaan kulinier Indonesia di berbagai daerah. Ini karena, usaha ritel makanan tradisional Indonesia memiliki potensi sangat besar yang dapat menghasilkan keuntungan cukup besar. Terbukti, banyak peluang dan kesempatan yang dapat kita raih untuk mengembangan potensi home industry di daerah.
Yakinlah bahwa makanan khas Indonesia akan mampu bersaing dengan produk makanan dari luar negeri. Sudah saatnya, kita optimis guna mengantarkan bisnis makanan tradisional Indonesia Go Internasional demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Komentar

Postingan Populer