Mendamba Nelayan Berwawasan Kemaritiman

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi

Momentum Hari Nelayan Nasional yang jatuh pada 6 April ini, patut menjadi refleksi kritis bagi kita semua untuk lebih memperhatikan masa depan dan kesejahteraan nelayan. Sebagai profesi yang kurang mencerahkan, membuat masa depan nelayan semaki suram dan mengalami ketidakpastian. Kendati profesi sebagai nelayan tidak langsung berkaitan pembangunan pendidikan nasional, namun profesi ini juga memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, terutama dalam peningkatan produksi perikanan.

Sebuah profesi apa pun tidak hanya kita pandang dari jumlah penghasilan maupun posisi strategisnya, melainkan juga melalui jerih payah mereka yang harus pontang panting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Saya berasumsi bahwa profesi nelayan bukanlah profesi kampungan yang hanya tinggal di laut untuk menangkap ikan. Lebih daripada itu, profesi nelayan merupakan sebuah profesi yang mulia dan memberikan kebanggaan kepada bangsa Indonesia.

Kita tahu bahwa dahulu kala nenek moyang kita memiliki kegemaran mengarungi samudra untuk mencari nafkah dan sekedar bernostalgia dengan keindahan panorama laut yang dihiasi berbagai macam aneka bahari yang sangat luas. Munculnya kegemaran ini, mendorong nenek moyang kita untuk memanfaatkan potensi laut sebagai mata pencaharian utama bagi masa depan hidup mereka.

Bung Karno pernah berpesan agar kita tetap mengusahakan penyempurnaan ini dengan menggunakan kesempatan yang diberikan oleh kemerdekaan. Usahakan agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Dalam arti, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos di kapal, tetapi bangsa pelaut dalam arti cakrawati samudra. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.

Terlepas dari hal itu, bangsa yang memiliki karakter maritim atau bahari tidak harus diartikan bangsa yang sebagian besar masyarakatnya adalah nelayan, tetapi bangsa yang menyadari kehidupan masa depannya bergantung pada lautan. Intinya, selalu menoleh, menggali, dan memanfaatkan laut sebagai tulang punggung bangsa dan negara.

Pendidikan Kemaritiman

Di tengah keterbatasan stakeholder yang memiliki kemampuan dalam menggali potensi sumberdaya kelautan kita, ternyata ada satu harapan yang bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan segenap potensi yang terdapat di wilayah pesisir maupun kelautan itu sendiri. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan pendidikan berwawasan kemaritiman kepada para nelayan kita.

Walaupun pendidikan berwawasan kemaritiman sangat digalakkan bagi pelajar dan mahasiswa, namun seringkali strategi tersebut masih belum optimal dilaksanakan. Pertimbangan yang cukup rasional, karena sebagian dari mereka belum sepenuhnya mempunyai kepedulian terhadap bidang kelautan, sehingga yang terjadi adalah kekurangan tenaga ahli yang mampu memanfaatkan secara brilian setiap potensi kelautan yang tumbuh dan berkembang. Itulah sebabnya, wawasan tentang kemaritiman juga harus diberikan kepada para nelayan kita yang belum memiliki pengetahuan dasar terkait pengelolaan perikanan.

Pendidikan berwawasan kemaritiman merupakan salah satu wacana yang sempat gencar disuarakan untuk mengubah paradigma negara kita yang agraris menjadi negara maritim. Pada satu sisi, kita harus mengakui bahwa nenek moyang kita pada masa lampau memiliki kegemaran mengarungi samudra lautan, di samping karena ditunjang oleh potensi laut yang sangat luar biasa besarnya. Namun, di sisi lain, kita harus sadar bahwa kita adalah negara agraris yang memprioritaskan hasil pertanian sebagai mata pencaharian utama.

Dalam konteks inilah, Indonesia harus mendirikan sekolah menengah dan politeknik yang berorientasi kelautan. Hal ini bertujuan untuk mencetak pemimpin yang berwawasan kelautan, mengingat Indonesia merupakan negara maritim. Maka, tak berlebihan kalau Gubernur Akademi Angkatan Laut Mayor Jenderal TNI (Mar) Nono Sampono menuturkan, bahwa salah satu penyebab Indonesia tidak memerhatikan sektor kelautan adalah pemimpin yang tidak berorientasi kelautan. Menurutnya, sejak di pendidikan dasar murid harus diarahkan pada orientasi kedaratan. Padahal pengetahuan tentang potensi sumberdaya kelautan tidak kalah pentingnya dari pengetahuan yang lain.

Hal itu menyebabkan potensi kelautan tidak termanfaatkan dengan baik. Setiap tahun Indonesia kehilangan triliunan rupiah akibat pencurian ikan oleh kapal asing. Padahal, 60 persen dari 42 juta penduduk miskin di Indonesia bekerja sebagai nelayan. Sumberdaya alam di laut tidak digali dan malah sibuk menggali di darat. Akibatnya, timbul kerusakan lingkungan yang parah. Di negara lain, sumberdaya alam di darat disimpan untuk cadangan dan mengutamakan sumberdaya dari laut. (Kompas, 5 Mei 2006).

Untuk menyempurnakan kurikulum pendidikan yang berwawasan kemaritiman, maka kita perlu melakukan riset serta mengadopsi sistem pendidikan maritim yang diterapkan beberapa negara, termasuk negara yang memiliki respon positif atas pembangunan pendidikan berwawasan kemaritiman, yaitu Jepang, Cina, dan Norwegia.
Pola pikir kemaritiman sebenarnya sudah dipikirkan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Sukarno dengan mendirikan berbagai jenis sekolah-sekolah kemaritiman mulai dari perikanan, pelayaran niaga, jurusan maritim di universitas-universitas termasuk teknik perkapalan, revitalisasi institusi kemaritiman warisan kolonial yang sempat terbengkalai akibat revolusi fisik termasuk PAL, nasionalisasi perusahaan-perusahaan pelayaran asing, kemudian memodernisasi alat pukul AL-RI. Rokhmin Dahuri, 2003).

Dengan demikian, pendidikan berwawasan kemaritiman merupakan salah satu aspek penting dalam menciptakan potensi sumberdaya manusia yang diharapkan mampu mengelola sektor kelautan secara berkesinambungan, terutama dalam mendorong profesionalisme nelayan agar lebih baik dari profesi lainnya. Hal ini kita sadari, bahwa kita masih sangat kekurangan tenaga profesional yang kompeten dalam mengaplikasikan wawasan kemaritiman sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas potensi sumberdaya kelautan dengan usaha maksimal.

Maka, tak berlebihan kalau dalam kurikulum pendidikan kita, perlu dimasukkan pendidikan beroriensi kemaritiman sebagai bekal bagi mereka yang memiliki antusiasme dalam bidang armada kelautan. Dengan orientasi ini, diharapkan ada segudang harapan yang bisa direalisasikan untuk mengelola secara optimal sumber-sumber potensi yang terdapat di laut. Harapan ini dapat terwujud, apabila pemerintah kita benar-benar memperhatikan sektor kelautan dengan landasan pendidikan yang dapat menopang kreativitas dan keterampilan generasinya.

*Mohammad Takdir Ilahi,
Staf Riset The Mukti Ali Institute Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Emael. tkdr_ilahi@yahoo.co.id.

Komentar