Refleksi Akhir Tahun dan Perbaikan Etika Bangsa

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi*

“Happy New Years 2012 dan Good Bye 2011”

Begitulah idiom yang pantas untuk menyambut datangnya tahun 2012, dan berakhirnya tahun 2011. Kedatangan tahun baru bagi bangsa Indonesia terasa menjadi momentum yang luar biasa untuk menuju kehidupan yang lebih baik dari tahun sebelumya. Semua elemen bangsa ini menyambutnya dengan penuh suka cita, tak terkecuali mulai dari orang tua sampai anak-anak merayakan pergantian tahun ini.

Kedatangan tahun baru bagi kita semua, merupakan fenomena tahunan yang menjadi tradisi di setiap negara, termasuk bangsa Indonesia. Momentum tahun baru diharapkan tidak hanya sekedar perayaan serimonial yang dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, akan tetapi bagaimana momentum ini dijadikan kesempatan untuk melakukan pembacaan ulang terhadap fenomena yang telah terjadi di negeri ini, kemudian berupa merefleksikan diri dengan penuh keseriusan terhadap sikap dan perilaku kita selama tahun 2011.

Memasuki tahun baru, kita harus mempunyai perencanaan yang matang apa yang akan kita lakukan pada tahun depan. Rencana aktifitas yang matang pada akhirnya akan memudahkan jalan kita untuk menuju masa depan yang lebih baik. Di tahun baru inilah, kita bisa membuka lembaran baru, semangat baru, dan menapaki kehidupan yang lebih baru. Yang paling penting dalam tahun baru, kita bisa melakukan introspeksi diri dan berupaya memperbaiki sikap kita yang sebelumnya kurang baik menjadi lebih baik. Hanya dengan bercermin kepada kesalahan pribadi masing-masing, kita akan menjadi bangsa yang besar dan mempunyai tanggung jawab moral terhadap masa depan bangsanya sendiri.

Karena itu, kekurangan yang ada pada tahun sebelumnya, kita coba memperbaiki bersama-sama dengan cara membangun kritik konstruktif antar sesama. Begitu juga dengan kelebihan yang kita memiliki, seharusnya menjadi cerminan untuk tetap mempertahankan dan kalau bisa meningkatkannya ke arah yang lebih baik. Introfeksi diri dalam menghadapi pergantian tahun menjadi sangat urgen dan esensial dalam membangun masa depan bangsa yang lebih mapan.


Sebagai warga negara yang baik, kita mesti memahami makna substansial pergantian tahun baru yang kita rayakan. Dalam artian, kita tidak hanya sekedar merayakan dalam bentuk serimonial, tetapi bagaimana aktualisasi dan sumbangsih kita terhadap bangsa ini perlu dipikirkan ulang. Bentuk aktualisasi yang kita berikan kepada bangsa ini sangat penting untuk kita diskusikan. Sebab, bangsa ini masih berada pada problem kebangsaan yang sangat akut. Dalam hal ini, kita mesti memiliki kepekaan dan rasa kepeduliaan yang besar terhadap persoalan yang menimpa bangsa. Apa sebenarnya yang menyebabkan bangsa ini terus menerus dilanda berbagai problem kebangsaan yang sangat akut? Jawabannya tentu ada pada kita semua.

Renungan atas Problem Kebangsaan

Memasuki pergantian tahun ini, bangsa kita masih bergelut dengan problem akut yang semakin menjalar ke kalangan bawah. Problem tersebut seolah-olah telah menjadi budaya bangsa yang sangat sulit diberantas, apalagi menyangkut masa depan bangsa ke depan. Sungguh sangat memilukan bangsa ini, karena terus dilanda problem kebangsaan yang sampai saat ini masih tetap menghiasi kehidupan bangsa.
Contoh kongkrit problem kebangsaan itu adalah semakin merajalelanya tindak pidana korupsi di kalangan pejabat atau birokrat.Tindak pidana korupsi yang dipraktekkan oleh komponen bangsa di semua level dan lini, pada gilirannya akan berimplikasi pada mandeknya pembangunan di segala sektor dan tatanan masyarakat. Jika ini yang terjadi, maka pengangguran, kemiskinan, perekonomian dan kondisi perpolitikan bangsa Indonesia akan mengalami disintegrasi sosial yang korbannya tiada lain adalah rakyat banyak.

Korupsi di Indonesia seakan-akan telah menjadi “budaya” bangsa yang tidak bisa dihilangkan, karena praktek ini sudah mendarah daging ke seluruh komponen masyarakat di berbagai level dan lini. Kalangan pejabat atau birokrat, seharusnya sadar bahwa tindakannya itu jelas-jelas merugikan rakyat banyak. Ini tentu saja menjadi konskwensi budaya paternalistik, di mana para pemimpin harus terlebih dahulu menjadi teladan bagi rakyatnya. Sehingga tak heran, ketika Laode Ida dan Haryono mengatakan bahwa, “kalau pemimpin korupsi, maka bawahan dan masyarakat pun akan turut korupsi, sehingga praktek ini menjadi semacam gurita yang melilit dan mengakar di masyarakat”.

Begitu juga dengan potret penegakan hukum yang masih lemah. Penegakan hukum yang ada di Indonesia masih tebang pilih. Akibatnya banyak elemen masyarakat yang kecewa dengan lembaga peradilan negeri ini, sehingga pertentangan terhadap lembaga peradilan semakin menguak ketika seorang pejabat menjadi tersangka dalam penyalahgunaan wewenang dibebaskan tanpa diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.

Banyaknya pejabat yang bebas dari tindakan hukum, semakin memperlihatkan kepada kita bahwa penegakan hukum yang ada di Indonesia perlu dipertanyakan. Kasus yang baru-baru ini terjadi adalah melibatkan Adelin Lis yang divonis bebas oleh pengadilan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan peradilan kita? Tentu kita sangat menyesalkan kejadian ini dan pada akhirnya masyarakat tidak akan percaya lagi dengan penegakan hukum di Indonesia.

Belum lagi persoalan intrik politik yang terjadi di kalangan politisi kita yang jauh dari etika dan moral sebagai seorang pemimpin dan penyampai aspirasi rakyat. Konflik baru-baru ini yang melibatkan anggota Badan Kehormatan (BK) DPR, seolah menunjukkan bahwa wakil kita di parlemen sama sekali tidak bisa memberikan teladan yang baik bagi masyarakat, bahkan cenderung mengajarkan etika kurang pantas dan tidak layak disebut sebagai penjaga moral DPR. Etika pejabat publik yang amoral tersebut, semakin mencederai nilai-nilai kebangsaan kita yang memegang teguh akhlak dan moral.

Problem-problem kebangsaan yang sebutkan di atas, hanyalah sebagian kecil yang bisa saya paparkan dalam menyambut tahun baru ini. Momentum tahun baru ini dapat dijadikan kesempatan untuk melakukan perbaikan moral atas etika pejabat publik yang kurang pantas diteladani. Presiden Susilo yang diharapakan mampu mengatasi problem kebangsaan, ternyata masih belum bisa membuktikan kinerja yang baik kepada masyarakat. Itulah sebabnya, kita membutuhkan pemimpin yang bermoral yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk membangun masa depan bangsa yang gemilang.

Komentar