Wacana Pembubaran FPI
Oleh. Mohammad
Takdir Ilahi
Di
tengah semakin maraknya tindakan anarkistis yang dilakukan ormas belakangan
ini, pemerintah perlu melakukan tindakan responsif atas keinginan masyarakat
yang sangat muak dengan perilaku ormas. Apalagi tindakan mereka ketika
melakukan demonstrasi telah melanggar norma-norma hukum dan mengganggu
ketertiban umum. Tidak heran bila muncul kembali wacana pembubaran ormas,
termasuk FPI yang dianggap sebagai biang keladi terjadinya bentrokan dengan
aparat kepolisian.
Pembubaran
organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam (FPI) bisa dilakukan melalui
proses hukum di pengadilan kalau sudah memenuhi unsur-unsur pidana. Berdasarkan
Pasal 70 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas dijelaskan permohonan pembubaran
Ormas berbadan hukum diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaaan, hanya atas
permintaan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan HAM (Menkumham).
Pemerintah
harus bertindak tegas atas tindakan FPI yang selalu meresahkan masyarakat dan
mengancam disintegrasi bangsa. Dalam beberapa kasus, FPI tak ubahnya seperti
polisi jalanan yang tidak tahu aturan karena mengabaikan aspek ketertiban umum
dalam melakukan aksi demonstrasi. Bahkan tindakan jarang aksi yang dilakukan
selalu menimbulkan kerusakan dan korban. Padahal atas nama apa pun kekerasan
tidak bisa dibenarkan, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa yang cukup besar.
Bercermin
pada kekerasan yang terjadi baru-baru ini, kita memang sangat prihatin dengan
semangat kebhinnekaan kita yang mulai rapuh akibat hilangnya kesadaran kita
sebagai bangsa yang majemuk. Semakin meluasnya eskalase kekerasan yang menghakimi
pihak tertentu, kita juga sangat khawatir dengan ideologi pancasila yang
seolah-olah tidak tertanam dalam sanubari kita. Bahkan seolah-olah ideologi kita mulai terancam
akibat pengaruh ideologi garis keras yang menghalalkan tindakan kekerasan sebagai
simbol kebenaran dan keabsahan dalam menjalankan ajaran agama.
Pada
satu sisi, kita sangat prihatin dengan masa depan ideologi pancasila yang dianggap ideologi kafir oleh kelompok-kelompok yang
ingin meruntuhkan Republik ini. Sementara di lain pihak, aparat negara tidak
mampu menghalau kebengisan sekelompok ormas yang membabi-buta tanpa
prikemanusiaan.
Saya khawatir bila aparat penegak hukum tidak mengikuti instruksi Presiden, kredibilitas negara akan semakin turun
di mata rakyat. Ini karena rakyat
membutuhkan kehadiran negara dalam menghadapi persoalan kekerasan, terkait benturan horizontal di masyarakat.
Sementara
yang kita saksikan belakang ini, negara seolah-olah tidak hadir dan tanpa
wibawa untuk melakukan tindakan tegas terhadap sekelompok ormas yang
jelas-jelas membuat keresahan di masyarakat. Itulah sebabnya, saya berharap bahwa wacana pembuburan FPI dapat dibuktikan sehingga tidak dianggap sekedar retorika dan wacana
belaka.
Hal
ini makin memperihatinkan, negara telah kalah telak ketika tuntutan pembubaran
ormas anarkistis itu diabaikan begitu saja tanpa ada tindak lanjut untuk
memberikan efek jera terhadap kebrutalan mereka yang meresahkan masyarakat.
Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1986 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah
memberikan jalan bagi pembubaran ormas anarkistis.
Pada
titik inilah, pembubaran organisasi kemasyarakatan (Ormas) anarkis sudah tidak
diperlukan lagi bukti-bukti yuridis bila ormas yang bersangkutan sudah sering
melakukan tindakan kekerasan yang dapat mengacaukan ketentraman dan kedamaian
masyarakat. Jika pemerintahan benar-benar ingin membubarkan ormas anarkis, maka
wacana ini harus segera direalisasikan agar tidak menimbukan eskalase kekerasan
yang lebih parah lagi. Ini karena, kita berpedoman pada pancasila yang menjadi
ideologi bangsa sehingga bila ada sekelompok ormas melanggar hukum dan
melakukan tindakan anarkis, maka harus ditindak tegas tanpa pandang bulu.
Disintegrasi Bangsa
Semakin
meluasnya tindakan kekerasan di negeri ini, maka semakin besar pula ancaman terhadap
disintegrasi bangsa. Bagi saya, maraknya kekerasan bisa menimbulkan perpecahan
di antara sesama bangsa, karena kita hanya mengedepankan arogansi primordial
dan sektarian daripada semangat kebangsaan dan kemajemukan.
Saya
mencermati bahwa ancaman FPI merupakan bagian dari pemberontakan terhadap
negara sehingga harus dilakukan tindakan tegas agar tidak menimbulkan
disintegrasi bangsa yang lebih meluas lagi. Bahkan, ancaman makar terasa ringan
hanya untuk menggulingkan pemerintahan dan menjadikan Indonesia seperti Tunisia
maupun Mesir.
Menghadapi
polemik ini, negara tidak boleh kalah oleh gertakan
sambel FPI yang hanya mementingkan sekelompok semata, bukan kepentingan bangsa
yang lebih besar. Itulah sebabnya, dalam keadaan tertentu negara berhak
memonopoli keputusan untuk menghentikan tindakan kekerasan demi mencegah
eskalase perpecahan yang dapat menghancurkan tatanan demokrasi dan keutuhan
NKRI.
Pada
titik inilah, ancaman makar dari sekelompok ormas jangan sampai menghentikan
penyelidikan terhadap kasus kekerasan yang terjadi baru-baru ini. Negara harus
bisa mengatasi berbagai ancaman dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab
yang memang sengaja ingin mengacaukan ketentraman masyarakat. Dengan kata lain,
negara bisa mewujudkan wacana pembubaran ormas bila memang eskalase kekerasan
tidak bisa dihentikan dan semakin membuat ancaman berarti bagi persatuan dan
kesatuan bangsa.
Dengan
demikian, di tengah ancaman perpecahan akibat isu SARA yang memanaskan harmoni
keberagaman kita, negara diharapkan mampu melakukan tindakan tegas terhadap
sekelompok ormas yang hendak menggulingkan pemerintahan dan membuat kondisi
tambah kacau. Hal ini menjadi penting, karena kita hidup di negara pancasila
yang menjunjung tinggi hukum sebagai landasan hidup dalam berbangsa dan
bernegara.
Mohammad Takdir
Ilahi,
Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar
isilah komentar tentang blog saya