Ibuku Pahlawanku Sepanjang Masa
kudo (kios untuk dagang online)
Oleh. Mohammad Takdir Ilahi
Dalam momentum kemerdekaan 17 Agustus ini, kita
semua dituntut untuk merefleksikan jasa-jasa pahlawan yang telah mampu mengusir
penjajah dari bumi pertiwi tercinta. Para pejuang kemerdekaan tidak pernah
takut untuk menghadapi segala macam ancaman dan terus berusaha melakukan
pembelaan terhadap kadaulatan bangsa. Sebagai generasi muda, kita harus
memahami bagaimana perjuangan para pahlawan bangsa yang telah mengorbankan
nyawa demi kemerdekaan yang dicita-citakan.
Para pejuang kemerdekaan yang berkorban untuk bangsa telah
mendapatkan kehormatan sebagai pahlawan nasional. Namun, di sini saya ingin
mengangkat pahlawan keluarga yang memiliki kontribusi penting bagi
terpeliharanya tunas-tunas peradaban bangsa. Meski tidak pernah dinobatkan
sebagai pahlawan oleh pemerintah, tidak pernah dipublikasikan oleh media
sebagai pahlawan, dan juga tidak pernah memperoleh penghargaan berupa lencana,
saya sangat yakin bahwa ibu kita adalah pahlawan keluarga.
Saya menempatkan ibu saya sebagai pahlawan keluarga, karena
beliau telah memperjuangkan hidupnya hanya untuk keberlangsungan hidup saya.
Sebagai seorang anak, saya sangat prihatin karena banyak sekali kasus-kasus
kematian ibu karena melahirkan. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan,
tingkatan Angkat Kematian Ibu (AKI) mencapai 359 per 100 ribu kelahiran. Angka ini
sungguh sangat menyentuh hati saya yang tidak bisa memberikan balasan apa pun,
kecuali doa yang selalu mengalir dalam setiap langkah saya.
Tingginya angka kematian ibu, membuat saya semakin
prihatin atas potret perjuangan seorang ibu ketika dalam keadaan hamil dan
berjuang untuk melahirkan anak tercinta. Saya bisa merasakan langsung bagaimana
perjuangan ibu saya yang tidak lelah untuk mempertaruhkan nyawanya hanya demi keberlangsungan
hidup saya selanjutnya. Ini karena, seorang ibu yang melahirkan hanya memiliki
dua pilihan, yakni antara hidup dan mati.
Saya
menempatkan ibu saya sebagai pahlawan keluarga, karena jasa-jasa ibu tidak bisa
dibalas dengan apa pun. Apalagi resiko kematian bagi ibu melahirkan memang
sangat besar sehingga saya akan berusaha untuk menghargai ketulusan ibu saya
dalam mempertaruhkan nyawanya sendiri. Perjuangan ibu saya dalam hidup ini
tidak hanya berhenti ketika saat melahirkan, namun beliau masih harus berjuang
untuk membesarkan saya agar menjadi anak yang sehat, segar, dan saleh. Di waktu
tengah malam, saat saya menangis, ibu saya tidak bisa tidur dan terus
memberikan asuhan dan menjaga saya sampai pulas tidur.
Saya sangat yakin ibu saya tidak bisa tidur ketika
saya mengalami sakit. Walaupun dirinya sendiri tidak pernah istirihat, tapi
kasih sayangnya yang besar membuatnya rela melakukan apa saja demi keselamatan
buah hatinya yang masih kecil. Di samping itu, ketika saya kencing diperaduan
ibu saya, beliau tidak pernah mengeluh apalagi sampai marah kepada saya.
Ketika saya sudah dewasa, perjuangan dan kasih
sayang ibu saya semakin bertambah besar. Sebab seorang ibu mempunyai tanggungjawab untuk menjadikan anaknya
orang yang sukses dan bertanggung jawab terhadap masa depannya sendiri. Seorang
ibu mempunyai kewajiban untuk menyekolahkan anaknya, mengajarinya amalan-amalan yang baik, dan juga berusaha
memberikan teladan yang sesuai dengan tuntunan agama.
Saya sangat menaruh hormat kepada ibu saya yang
telah berjuang untuk menyekolahkan saya sampai saya menyelesaikan pendidikan
strata dua (S2). Maklum saja, karena ayah saya tidak mempunyai pekerjaan tetap
dan hanya bekerja sebagai petani. Ibu saya tidak pernah putus asa untuk mencari
biaya dengan bekerja sebagai peternak kambing dan sapi demi memenuhi kebutuhan
hidup saya ketika saya kuliah.
Ketika saya memutuskan untuk kuliah di Jogja, ayah
saya tidak memberikan idzin karena biaya penddikan dan biaya hidup di sana
cukup mahal. Akan tetapi, ibu saya meyakinkan ayah saya bahwa Allah pasti akan
memberikan kemudahan untuk pembiayaan hidup saya di Jogja. Berkat semangat dan
dorongan ibu, saya diberikan restu untuk melanjutkan kualiah di Jogja meskipun
dengan dana yang sangat terbatas.
Saya berjanji kepada ibu saya untuk belajar
sungguh-sungguh dan mencari biaya hidup sendiri demi meringankan beban ibu saya
yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk kuliah di luar kota. Berkat
dorongan dan doa ibu yang tidak pernah putus, saya pun bisa memenuhi kebutuhan
hidup saya sendiri selama menempuh pendidikan di Jogja. Saya mencari
penghasilan melalui kemampuan saya dalam bidang tulis-menulis. Alhamdulillah,
dari hasil honor tulisan yang dimuat di media massa, saya bisa mendapatkan penghasilan
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saya sehari-hari.
Ketika saya memutuskan untuk melanjutkan ke
jenjang strata dua, ibu saya memberikan dorongan yang luar biasa kepada saya
untuk terus belajar sampai jenjang yang paling tinggi. Ibu saya selalu
mengatakan kepada saya, ”jangan pernah putus asa untuk mengejar cita-citamu”.
Apa yang dipesankan ibu kepada saya selalu diingat dalam menempuh pendidikan
yang saya jalani. Dengan doa ibu yang tidak pernah putus, saya pun berhasil
menyelesaikan pendidikan strata dua dengan predikt yang sangat memuaskan.
Karena pada acara wisuda, saya memperoleh nilai IPK tertinggi dan tercepat
diantara mahasiswa-mahasiswa yang lain.
Perjuangan ibu saya untuk melihat saya mencapai
kesuksesan dalam bidang pendidikan tidak pernah berhenti ketika saya sudah
lulus strata dua. Berkat dorongan dan doa ibu, saya diterima sebagai dosen di
salah satu perguruan tinggi di Madura. Saya sangat bersyukur, karena ibu saya
selalu memberikan semangat kepada saya untuk tidak boleh berhenti dalam
belajar, meskipun saya sudah menjadi dosen.
Atas jasa-jasa ibu saya yang tulus ini, saya akan selalu
mengingatnya sepanjang hidup saya. Saya tahu bahwa ibu adalah manusia yang
paling berjasa dalam hidup saya. Apalagi, Allah menempatkan orangtua sebagai manusia
pertama yang wajib kita syukuri. Pada suatu hari ada seorang laki-laki datang
menghadap Rasulullah. Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta
kekayaan dan anak. Sementara ayahku berkeinginan untuk menguasai harta milikku
dalam pembelanjaan. Apakah yang demikian itu benar?” Maka Rasulullah menjawab,
“Dirimu dan harta kekayaanmu adalah milik orangtuamu.” (HR. Ibnu Majah dari
Jabir bin Abdillah).
Saya akan selalu membaktikan hidup saya untuk ibu
dan ayah saya yang telah berjuang dalam setiap langkah yang saya jalani. Ini karena, perintah untuk berbakti kepada kedua orangtua menempati
posisi terhormat setelah perintah beribadah kepada Allah. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 36 yang berbunyi: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
Saya menyadari bahwa perjuangan yang telah dikorbankan ibu saya
tidak bisa ditebus dengan barang apa pun, karena apa yang diusahakan ibu saya
sangat mulia dihadapan Tuhan. Tidak heran bila dalam sebuah hadits terdapat
sebuah ungkapan bahwa “surge ada ditelapak kaki seorang ibu.” Dari hadits ini,
saya bisa merenungkan bahwa pahlawan terbesar dalam hidup saya adalah seorang
ibu, karena beliaulah yang selalu setia menemani dan merawat saya ketika masih
kecil sampai saya bisa menyelesaikan pendidikan saya ke jenjang strata dua.
Saya berani mengatakan bahwa salah satu keajaiban
dunia adalah seorang ibu, di mana sesungguhnya peradaban dunia ini bermula dari
mereka. Setiap perlakuan kita terhadap ibu, maka itu akan mempengaruhi perilaku
bayi yang dikandungnya. Maka dapat dikatakan bahwa peradaban dan madrasah
pertama, itu dimulai dari seorang ibu. Di tengah meningkatnya angka kematian ibu
melahirkan, kita patut menghargai jasa-jasa mereka yang rela mengorbankan
nyawanya demi kelahiran kita ke alam dunia.
Bermula dari seorang ibu, manusia lahir sebagai pewaris tahta bumi dan
pemimpin peradaban dunia. Seorang ibu memainkan peranan penting dalam mendesain
pelaku peradaban agar tunas-tunas peradaban itu menjadi pewaris kemajuan yang
tangguh, sehingga mereka bisa mengemban amanah peradaban ke depannya. Sebagai
sentrum peradaban, seorang ibu masih menjadi harapan untuk memelihara seorang
manusia ideal yang mampu mengubah wajah peradaban Indonesia yang semakin kelam
diterpa badai perpecahan maupun persoalan kebangsaan lainnya.
Komentar
Posting Komentar
isilah komentar tentang blog saya