Menjadi Bangsa Tanggap Bencana

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi


Bencana kembali melanda negeri ini. Gempa bumi berkekuatan 7, 6 SR yang terjadi di Sumatra Barat dan Pariaman telah meruntuhkan puluhan ribu puing-puing bangunan dan sekitar 600 orang yang meninggal dunia. Terjadinya bencana di berbagai daerah di Indonesia, semakin membuat masyarakat khawatir dengan kondisi geografis Indonesia yang rawan terkena musibah gempa. Bagaimana tidak, terjadinya gempa tersebut tidak hanya menghilangkan harta benda, namun juga telah meruntuhkan masa depan anak-anak mereka yang masih kecil.


Dengan adanya gempa, tempat tinggal dan rumah mereka hancur dan roboh tidak karuan. Sehingga mereka tidak mempunyai tempat berteduh yang representatif dan mendukung terhadap kesejehteraan hidup mereka di masa depan. Terpaksa, ketika gempa dan bencana lainnya berakhir mereka hanya meratapi kesedihan dan penderitaan yang sangat besar karena sanak keluarga dan tempat tinggal yang mereka tempati hilang entah kemana.


Suatu penderitaan yang mungkin tidak mereka terima, namun ini merupakan kehendak Tuhan yang tidak bisa ditolak maupun dihindari. Kita hanya bisa pasrah dan tawakkal kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan musibah yang sangat besar kepada ummat manusia. Mungkin dengan musibah ini, manusia mampu mengintrofeksi diri terhadap tingkah laku dan sikap mereka kepada lingkungan sekitar.


Terjadinya gempa, dalam pandangan penulis tidak hanya dilatarbelakangi oleh marahnya Tuhan kepada manusia, akan tetapi juga yang menjadi penyebab terjadinya musibah ini akibat tingkah laku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan dan alam sekitar. Kebanyakan manusia modern saat ini, hanya bisa menghancurkan dan merusak lingkungan yang ada, ketimbang menjaga dan memelihara keindahan lingkungan dan alam semesta ini.


Ketika gempa bumi terjadi, semua harapan dan cita-cita mereka seakan-akan runtuh dan berakhir. Karena rumah yang mereka tempati sebagai tempat berteduh dan belajar hancur tidak karuan. Sehingga semangat hidup mereka yang berlipat ganda sebelumnya luntur dan terkesan tidak ada harapan untuk membangun masa depan hidup mereka di masa mendatang.

Strategi Pengungsian

Ketika para korban gempa tidak mempunyai tempat tinggal lagi, maka terpaksa mereka harus tinggal di tempat pengungsian untuk sementara waktu. Tempat pengungsian memang merupakan alternatif awal untuk menampung para korban gemba yang sudah tidak memiliki rumah sebagai tempat tinggal mereka.


Di tempat pengungsian inilah, mereka akan mulai hidup baru dengan segala keterbatasan fasilitas dan sarana yang diberikan pemerintah kepada korban. Mereka akan hidup dengan nuansa baru yang sama sekali tidak mendukung terhadap kondisi hidup mereka. Akibatnya banyak sekali para korban gempa yang mengeluh dan merasa putus asa untuk melanjutkan hidupnya yang sudah tidak ada harapan lagi.


Di samping itu, mental para korban gempa sangat rapuh dan runtuh. Akibatnya mereka hanya bisa merenung terhadap keadaan hidup yang mereka alami. Seakan-akan hidup mereka tidak berarti dan tidak punya harapan untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Sehingga, hal ini pada gilirannya akan mengganggu terhadap kondisi kejiwaan mereka yang semakin putus asa dan bimbang.


Menyikapi musibah ini, pemerintah harus melakukan terobosan baru dalam menampung para korban. Hal ini dibutuhkan strategi pengungsian yang dapat memberikan kenyaman dan ketenangan hidup bagi mereka selanjutnya. Strategi pengungsiaan ini, diharapkan mampu memberikan manfaat yang sangat besar untuk membangun kembali semangat hidup mereka yang telah hilang.


Tidak dapat dipungkiri, bahwa strategi pengungsiaan ini tidak akan lepas dari upaya pembangunan fisik bagi korban gempa. Pembangunan fisik ini, dapat dilakukan dan dilaksanakan di tempat-tempat yang strategis demi munculnya semangat hidup bagi mereka.


Pemerintah, dalam hal ini dapat membangun rumah korban gempa di areal yang luas dan merupakan daerah pemukiman yang sangat mendukung terhadap kesejahteraan hidup mereka. Karena pada dasarnya, pada korban itu lebih suka berkumpul dengan sesama yang senasib. Sehingga mereka perlu ditampung dan diberi tempat tinggal di daerah yang sama. Dengan strategi ini, pantauan pemerintah terhadap kondisi terakhir para korban akan mudah ditindaklanjuti.


Strategi pengungsiaan ini, tidak boleh dijadikan kesempatan bagi pemerintah untuk mendapatkan apresiasi dan sanjungan dari para korban gempa, tetapi bagaimana pembangunan fisik tersebut dilandasi rasa tanggung jawab dan dengan hati nurani yang bersih untuk membantu korban. Karena landasan tanggung jawab terhadap para korban merupakan tugas kenegaraan dan juga sebagai sesama bangsa yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama, terutama untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya.


Diharapkan dengan strategi pengungsiaan melalui pembangunan fisik yang dilaksanakan di areal yang sama bagi korban gempa dapat memberikan kekuatan untuk tetap semangat dalam menjalani kehidupan ini. Sehingga, di tempat baru inilah solidaritas dan kebersamaan dalam hidup akan mudah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan di masa depan.

Mohammad Takdir Ilahi,

(Peneliti Utama The Annuqayah Institute Yogyakarta, Sedang Studi Perbandingan Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Komentar