Merajut Perdamaian untuk Kemanusiaan
Oleh. Mohammad
Takdir Ilahi
Konflik dan perang yang menimpa negara-negara
Timur Tengah belakangan ini, sungguh sangat memperihatinkan dan menjadi ironi
di tengah kehidupan dunia modern yang menghargai hak-hak asasi manusia. Perang
saudara yang terjadi di Yaman adalah salah satu contoh paling nyata betapa
konflik dan peperangan menjadi jalan terakhir untuk menunjukkan siapa yang paling
berkuasa dalam pemerintahan.
Perang saudara yang terjadi di Yaman menjadi
guntur politik yang menegangkan bagi masa depan rakyat di Timur Tengah karena tiada
hari tanpa pertumpuhan darah. Perang yang semakin
berkecamuk antara pendukung pemerintah yang sedang berkuasa dengan pemberontak
bisa memimbulkan trauma psikologis bagi rakyat yang terkenda dampak peperangan.
Hal ini tentu saja sangat berbahaya bagi stabilitas politik dan keamanan bagi
semua warga yang tinggal di daerah konflik, baik penduduk sipil atau pun warga
asing yang tinggal di Yaman.
Gelombang peperangan yang semakin
memanas antara kedua kubu yang bersitegang membuat rasa keamanan penduduk sangat
terancam. Peperangan yang menghancurkan perkantoran, gedung-gedung
pemerintahan, sekolah, maupun tempat-tempat umum lainnya bisa menjadi anomali
bagi hancurnya tatanan kehidupan masyarakat Yaman. Akibat perang, perekonomian
masyarakat pun semakin mengalami kesenjangan dan ketidakpastian di berbagai
lini kehidupan.
Gelombang politik yang berujung pada
tuntutan mengkudeta pemerintah yang berkuasa menjadi embrio lahirnya konflik
dan peperangan yang tak kunjung usai. Jika konflik dan peperangan di Yaman
belum berakhir dan tidak ada pihak yang mau melakukan genjatan senjata, maka
harmoni hidup hanya akan menjadi mimpi belaka.
Peperangan yang terjadi Yaman tidak boleh
dibiarkan berlarut-larut, apalagi tidak ada kesepakatan untuk mengakhiri
konflik. Seluruh dunia perlu bersatu untuk mendesak penghentian peperangan dan
kekerasan, karena korban yang tewas sudah sangat banyak. Masyarakat dunia harus
mendukung perdamaian di Yaman sebagai titik akhir dari konflik yang berkecamuk
sampai terjadi perang saudara.
PBB harus mengajak masyarakat dunia untuk mendesak kedua belah pihak agar
menghentikan peperangan. Sebagai bentuk
solidaritas dan persaudaraan, seluruh dunia diharapkan mampu mengkampanyekan sikap anti-kekerasan dan tindakan diskriminatif yang diakibatkan
terjadinya perang. Tindakan diskriminatif dan eksploitatif yang terjadi pada
masa perang hingga sekarang, setidaknya menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat
dunia untuk menghentikan aroma konflik dan berusaha untuk menciptakan
perdamaian abadi yang menjadi cita-cita kemanusiaan.
Seluruh dunia perlu bersatu untuk mengutuk
segala tindakan yang mengakibatkan terjadinya korban jiwa bagi manusia tak
berdosa, apalagi kalau tindakan itu dilakukan di daerah yang memang rawan
konflik dan perpecahan. Bila ada suatu negara yang mengabaikan pesan perdamaian
ini, maka negara tersebut harus di bawa ke Mahkamah Internasional untuk diadili
atas tindakan ekploitatifnya melakukan pembunuhan di era pencerahan yang bebas
dari peperangan.
Di tengah konflik yang melanda, penduduk sipil
di Yaman juga perlu menyuarakan penghentian perang dan mendesak kedua belah
pihak yang berperang untuk melakukan genjatan senjata. Momentum Hari Perdamaian
pada awal Januari lalu, seharusnya menjadi pelecut semangat bagi masyarakat
dunia untuk mengawali perjalanan hidup dengan tetap berpegang teguh pada pesan
ajaran agama yang menghendaki terciptanya jalinan kasih sayang antar sesama .
Dengan kata lain, kita perlu belajar dari kesalahan sejarah yang telah
mengorbankan manusia tak berdosa akibat perang yang berkecamuk, terutama pada
Perang Dunia II yang menelan jutaan korban.
Kampanye anti-perang bertujuan untuk mengajak
manusia menyempatkan diri untuk beristirahat dari berbagai aktifitas. Salah
satu tujuannya adalah mengajak individu untuk berpikir ulang tentang perjalanan
hidup yang telah dilakukan. Dengan kampanye anti-peran dan membawa pesan damai,
diharapkan dapat membuka kembali pola pikir baru bagi pihak yang berkonflik. Pendek kata, semua pihak perlu melakukan intropeksi diri atas tindakan yang dilakukan demi perbaikan dan pembenahan etika bangsa yang carut marut akibat
konflik yang sering terjadi.
Perang yang terjadi
di Yaman harus menjadi renungan bagi semua bangsa untuk tidak mengedepankan ego
sektarian demi meraih kekuasaan atau berupaya menumbangkan kekuasaan. Sebagai
wilayah konflik, Yaman harus belajar banyak dari pertumpahan darah yang terjadi
akibat perang saudara demi menumbangkan rezim pemerintahan yang otoriter.
Jalan berliku untuk
melakukan revolusi dalam pemerintahan suatu negara tidak harus dilakukan dengan
cara berperang dan menjadikan rakyat sebagai tumbal atau korban. Jika
peperangan selalu menjadi jalan terakhir untuk melakukan perubahan secara
radikal, maka hasil yang dicapai tidak akan berbuah manis. Justru, gelombang
kekacauan, penderitaan, kelaparan, dan kemiskinan akan terus-menerus terjadi di
tengah cita-cita untuk hidup harmonis dan damai.
Mendamba
Perdamaian
Cita-cita perdamaian harus menjadi tonggak
awal untuk membangun kekuatan primordial di kalangan para penggerak perdamaian
guna mewujudkan kehidupan masyarakat tanpa kekerasan. Yohanes Paulus II pernah
mengatakan dalam pidato Hari Perdamaian Dunia 1996, bahwa perdamaian bukan
sebuah utopia, atau sebuah cita-cita yang tak mungkin tercapai, juga bukan
sebuah impian yang tak mungkin terwujud. Perdamaian itu bisa tercapai, asalkan
kita bersatu dan bertekad untuk membangun impian perdamaian secara holistik.
Sudah saatnya semangat persaudaraan dan
perdamaian dikobarkan demi terciptanya harmoni hidup di dunia. Hal ini menjadi kesempatan emas bagi seluruh elemen bangsa untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tertindas dan belum
mendapatkan perlakuan yang adil bagi masa depan mereka. Dengan demikian, kita
semua bertekad untuk menyatukan kekuatan demi tegaknya keadilan dan tercapainya
perdamaian sejati di dunia.
Komentar
Posting Komentar
isilah komentar tentang blog saya