Meningkatkan Mental Bersaing Pelaku Bisnis

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi

Belakangan ini, tuntutan kenaikan upah buruh semakin meluar ke berbagai daerah di Indonesia. Tuntutan kenaikan upah buruh seolah menjadi isu nasional yang harus direspon pemerintah untuk mengabulkan permohonan mereka. Ironisnya, tuntutan kenaikan upah buruh semakin meluas di tengah kondisi perekonomian nasional yang sedang bergejolak. Sebagian daerah sudah memenuhi tuntutan kenaikan upah buruh, sehingga pelaku bisnis atau pengusaha merasa khawatir dengan kondisi serba dilematis ini. Para pelaku bisnis tentu saja akan menanggung kenaikan biaya produksi dan harus menaikkan harga jual produk demi mempertahankan persaingan bisnis dan menghindari resiko kolaps yang lebih besar.
Setiap pelaku bisnis pasti akan menghadapi berbagai macam resiko yang mungkin menghambat terhadap pengembangan usaha ke arah yang lebih menjanjikan. Apalagi kalau produksi yang dilakukan tidak dibekali dengan modal yang cukup dan memadai sehingga akan terjepit oleh mereka yang sanggup membeli bahan impor dan memenuhi pasar dengan produk yang lebih baik. Menghadapi masa transisi menuju era liberasasi pasa bebas, kalangan yang bergelut di bidang usaha perlu memikirkan tentang persaingan yang sengit antar sesama pelaku bisnis. Kenapa demikian, karena pelaku bisnis pasti menghadapi ancaman dari pelaku bisnis yang lain agar mendapatkan hasil dan keuntungan yang maksimal. Di situlah dibutuhkan perjuangan dan semangat yang berlipat ganda untuk memaksimalkan potensi mentalitas bersaing secara sehat tanpa harus menghancurkan potensi produksi pesaing bisnis kita.
Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, pelaku bisnis harus mampu meningkatkan kinerja mereka di tengah tuntutan kenaikan upah buruh yang meluas ke berbagai daerah. Bagi pelaku bisnis, kenaikan upah buruh bisa menjadi penghambat laju usaha yang telah dirintis karena harus menanggung biaya produksi yang lebih besar. Persaingan bisnis yang sangat tajam pada saat ini merupakan sebuah tantangan bagi pengusaha untuk tetap berada dalam persaingan industri. Suatu perusahaan mengharapkan agar hasil penjualan dapat meningkat, karena usaha meningkatkan penjualan ini sangat penting sekali bagi perusahaan. Perusahaan yang tidak dapat memenuhi selera konsumen praktis akan mengalami penurunan volume penjualan, jika perusahaan tersebut tahun demi tahun mengalami kemunduran produksi sudah dipastikan perusahaan tersebut akan gulung tikar. Misalnya, dengan semakin banyaknya pesaing usaha maka persaingan dalam jenis industri yang sama sebaiknya mempunyai spesifikasi produk yang unggul.
Persaingan yang semakin luas menyebabkan harus adanya peningkatan kinerja bisnis dan strategi pemasaran yang dapat membuat usahanya tetap berkembang. Supaya berhasil, perusahaan harus melakukan tugasnya melebihi pesaing dalam memuaskan konsumen sasaran. Maka, peningkatan kinerja bisnis menjadi penting dan strategi pemasaran harus disesuaikan menurut kebutuhan konsumen maupun kebutuhan strategi pesaing. Merancang strategi pemasaran yang kompetitif dimulai dengan melakukan analisis terhadap pesaing. Perusahaan secara terus menerus membandingkan nilai dan kepuasan pelanggan dengan nilai yang diberikan oleh produk, harga, distribusi, dan promosinya terhadap pesaing dekatnya.
Menurut Kotler dan Amstrong ada dua jalur identifikasi peluang pasar yaitu identifikasi terhadap produk yang sudah ada dan identifikasi terhadap produk baru. Dari kedua identifikasi tersebut maka ada empat bagian utama yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis, yaitu penetrasi pasar, perluasan pasar, pengembangan produk dan diversifikasi. Kegiatan pemasaran umumnya memfokuskan diri pada produk, penetapan harga, kebijakan ditribusi, dan cara promosi yang dalam hal ini dikenal sebagai bauran pemasaran. Setelah perusahaan memutuskan strategi pemasaran kompetitifnya secara keseluruhan, perusahaan harus mulai menyiapkan perencanaan bauran pemasaran yang rinci, yang selanjutnya dipahami sebagai bauran pemasaran. (Philip kotler dan Gary Armstrong, 2005: 63).
Pada akhirnya, mentalitas bersaing bertujuan bukan untuk mengalahkan pelaku bisnis yang lain, melainkan sebagai bekal untuk mematangkan mental usaha kita dalam mengembangkan keterampilan dalam berbisnis dan membangun usaha sendiri demi mempertahankan hasil produksi dan penjualan. Kendati mentalitas bersaing menjadi senjata ampuh untuk mempertahankan eksistensi usaha yang kita jalankan, namun bukan berarti hal itu menjadi jaminan akan kemajuan produksi demi bersaing dengan pebisnis lainnya.
 
Kesadaran Mutu dan Pelayanan Maksimal
Cara meningkatkan kinerja bisnis di tengah tuntutan kenaikan upah buruh adalah dengan membangun kesadaran mutu atau kualitas produksi dan terus-menerus memperbaiki pelayanan maksimal dalam setiap melakukan usaha bisnis. Di kalangan pengusaha kecil dan menengah memang telah tampak adanya kesadaran tentang mutu dan layanan maksimal, terutama menyangkut peningkatan produksi secara optimal. Kendati begitu, kesadaran itu perlu ditingkatkan lagi agar fondasi usaha yang kita jalankan lebih kuat. Biasanya, kesadaran mutu dan pelayanan maksimal muncul ketika kita mengalami kerugian atau kegagalan dalam memasuki persaingan pasar dan pahit getirnya menjalankan sebuah home industry yang membutuhkan modal dan mental yang kuat pula.
Meskipun persaingan bisnis semakin ketat dan tuntutan kenaikan upah buruh semakin meluas, namun tidak ada salahnya kalau pelaku bisnis tetap memperhatikan masalah mutu dalam setiap proses produksi, pelayanan dan manajemen. Konsep mutu berkembang seiring berkembangnya Manajemen Kualitas Total (Total Quality Management-TQM), yaitu adanya kemauan dari pengusaha untuk melakukan perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level organisasi, untuk mencapai kualitas yang “excellent” dalam semua aspek organisasi melalui proses manajemen. Aspek ini menjadi penting untuk meningkatkan kinerja bisnis di tengah kenaikan upah buruh yang meluas ke berbagai daerah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa TQM menunjukkan daya strategi organisasioanl secara menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen serta karyawan. Pengertian kualitas bukan berarti sekadar produk bebas cacat, tetapi TQM lebih menekankan pada pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, bukan organisasi atau manajer departemen pengendalian kualitas. Sementara pengertian manajemen mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan pendekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit. Dalam menjalankan usaha, program TQM memiliki dua sisi kualitas yaitu hard side of quality dan soft side of quality. Sisi hard side of quality meliputi semua upaya perbaikan proses produksi mulai dari desain produk sampai dengan penggunaan alat-alat pengendalian seperti Quality Function Development, Just In Time dan Statistical Process Control, dan perubahan organisasional lainnya. Dengan upaya demikian, diharapkan meningkatkan kualitas produk yang pada gilirannya nanti dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Penekanan soft side of quality lebih terfokus pada upaya menciptakan kesadaran karyawan akan pentingnya arti kepuasan konsumen dan menumbuhkan komitmen karyawan untuk selalu memperbaiki kualitas. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan yang mendukung, pendekatan sistem pengupahan yang mendukung struktur kerja. Mutu dan pelayanan menjadi prioritas dalam memaksimalkan potensi kerja dan usaha yang kita lakukan demi memperoleh hasil yang maksimal pula. Dalam rangka memuaskan konsumen dalam menikmati hasil produksi perusahaan, maka sudah barang tentu sebuah perusahaan akan melaksanakan evaluasi produk yang diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasar. Sesuai dengan hukum alam bahwa produk yang mempunyai keunggulan diatas produk lainnya dengan mengindahkan harga pasar, maka produk tersebut yang akan menguasai pangsa pasar. (Catur Rismiati , 2006: 190).
Banyak orang berpikir bahwa sebuah produk merupakan tawaran berwujud, namun produk sebenarnya lebih dari itu. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk-produk yang dapat dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat, properti dan lain sebagainya. Dalam menentukan kualitas produk atas tingkatan atau hierarki nilai pelanggan, secara umum ada lima hierarki tingkatan produk yaitu tingkat yang paling mendasar adalah manfaat inti, produk dasar, produk yang diharapkan, produk yang ditingkatkan, calon produk. Tingkatan dasar dalam hierarki nilai pelanggan dalam menilai suatu produk adalah manfaat inti (core benefit) ialah layanan atau manfaat yang sesungguhnya secara mendasar dibeli oleh konsumen dalam hal ini pemasar bertindak sebagai penyedia manfaat.
Pada tingkat kedua, pelaku bisnis harus mengubah manfaat inti menjadi produk dasar (basic product). Pada tingkat ketiga pemasar harus dapat menyiapkan produk yang diharapkan (expected product), hingga dapat meningkatkkan produk menjadi seperti keinginan pelangan (augmented product). Pada tingkat kelima terdapat calon produk (potential product) yang meliputi segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau tawaran tersebut pada masa yang akan datang. Di sinilah peran penting perusahan untuk tetap dapat merebut hati konsumen dengan berbagai cara baru untuk memuaskan konsumen dengan berbagai perbedaan daya tawarnya. (Philip kotler dan Kevin lane keller, 2007: 4).
Menurut Purnawarwan, (2001) terdapat hubungan yang erat antara mutu suatu produk dengan kepuasan pelanggan serta keuntungan industri. Mutu yang lebih tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, sekaligus mendukung harga yang lebih tinggi dan sering juga biaya lebih rendah. Eksekutif puncak masa kini melihat tugas meningkatkan dan mengendalikan mutu produk sebagai prioritas utama, sehingga setiap industri tidak punya pilihan lain kecuali menjalankan manajemen mutu total (Total Quality Management). Manajemen mutu total dapat dilihat sebagai pendekatan utama untuk mendapatkan kepuasan pelanggan dan keuntungan industri. Industri harus memahami bagaimana pelanggannya memandang mutu dan tingkat mutu yang diharapkan pelanggan. Industri harus berusaha menawarkan mutu lebih baik dari pada pesaingnya. Hal ini melibatkan komitmen manajemen dan karyawan secara total dalam usaha mencapai mutu yang lebih tinggi.
Purnawarman menjelaskan bahwa mutu adalah keseluruhan ciri serta sifat produk yang berpengaruh pada kemampuannya memenuhi kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Definisi ini berpusat pada pelanggan, dimana pelanggan punya kebutuhan dan pengharapan tertentu. Selain itu mutu dapat diartikan jaminan kesetiaan pelanggan, pertahanan terbaik melawan saingan dari luar dan satusatunya jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng. Upaya peningkatkan mutu dan pelayanan maksimal, dibutuhkan stimulasi yang berjalan secara sinergis dan simultan, yaitu setiap kita bisa mengambil pelajaran dari kegagalan terdahulu dan berusaha secara maksimal menembus persaingan pasar secara sehat. Selain itu, berupaya meningkatkan kualitas produk dengan memakai mesin-mesin produksi yang berkualitas pula dan memanfaatkan bekal pengetahuan soal kualitas produksi yang menjanjikan.

Kesadaran dalam Menjaga Keberlangsungan Bisnis
Keberlangsungan sebuah bisnis tergantung bagaimana komitmen dan semangat kita dalam mengelola setiap produksi yang dijalankan. Setiap pengusaha, mau tidak mau harus berani mengambil resiko dan tantangan yang menghadang demi mempertahankan bisnis yang dijalankan. Jika tidak, kegagalan akan menimpa kita dengan segala kerugian yang tak terhitung jumlahnya. Belajar dari pengalaman, banyak kita menyaksikan sebuah perusahaan yang mengalami keberhasilan dan kegagalan dalam berbisnis.
Di tinjau dari pengelolaannya, ketidakberhasilan atau kegagalan suatu bisnis banyak dipengaruhi oleh ketidaksanggupan kita dalam bekerja secara total, misalnya sikap kerja yang setengah-setengah, menganggap remeh, kurang disiplin, dan tidak percaya diri terhadap apa yang kita jalankan. Sementara kelompok bisnis yang mampu bertahan di era perdagangan bebas, relative tidak tergantung pada bantuan pemerintah, karena mereka memiliki kemampuan menghadapi persaingan bisnis yang sangat ketat. Kesadaran dalam menjaga keberlangsungan bisnis,merupakan salah satu kuncil sukses dalam menghadapi persaingan bisnis dengan bekal visi dan nilai yang dianut sehingga mencapai keberhasilan yang didamba.

Kesadaran Organisasi Pemasaran
Memancing kesadaran organisasi di kalangan pengusaha memang agak rumit, mengingat hal itu perlu dilakukan secara persuasif. Kesadaran organisasi kita tahu akan bisa meningkatkan kualitas kinerja karena telah memiliki bekal pengetahuan dalam mengatur dan mengelola sebuah perusahaan atau kelompok usaha kecil dan menengah. Sebagian besar, pelaku UKM tidak memiliki kemampuan berorganisasi dan managemen pemasaran yang seimbang dalam mengelola produksi yang dijalankan.
Kesadaran organisasi tidak hanya berpengaruh pada peningkatan kinerja dalam sebuah perusahaan, melainkan juga berdampak pada kualitas hidup yang lain. Sebagaimana diketahui, organisasi hidup di dalam lingkungan yang secara terus-menerus dapat mempengaruhi keberadaan dan kelangsungan hidupnya. Untuk hal ini, organisasi haruslah senantiasa melakukan upaya-upaya yang dapat memperkokoh keberadaannya di dalam lingkungannya. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan memberikan nilai tambah bagi lingkungannya melalui penyampaian berbagai output yang dihasilkan. Upaya ini hanya dimungkinkan jika organisasi memiliki SDM yang kompeten.
Sementara itu, kompetensi SDM yang ada di dalam organisasi tidaklah selalu sesuai dengan apa yang dituntut untuk keberhasilan sebuah pekerjaan. Tak dapat dipungkuri, ada juga organisasi yang cukup beruntung karena secara tidak sengaja memiliki SDM yang kompeten yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap mental dan sosial yang sangat mendukung pengetahuan visi dan misi organisasi.
Tidak jarang pula organisasi memiliki SDM yang berasal dari berbagai macam sumber titipan yang seringkali merepotkan karena tidak dibarengi dengan keterampilan dan pengetahuan yang memadai. Atau, tuntutan perkembangan lingkungan tidak didukung dengan perkembangan kompetensi yang dihasilkan oleh institusi pendidikan sehingga selalu ada gap antara yang diharapkan dengan yang ada. Dengan demikian, organisasi mau tidak mau dituntut untuk dapat melakukan upaya sendiri dalam membangun kompetensi SDM-nya. Upaya ini secara kontiniu dilakukan mengingat situasi dan kondisi di dalam lingkungan senantiasa mengalami perubahan.
Semua organisasi, baik berorientasi profit maupun not-for-profit, harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan konsumen bila ingin tetap dapat beroperasi dan sukses. Kemampuan organisasi dalam menentukan siapa yang menjadi konsumen dari produk/jasa yang dihasilkan merupakan salah satu kunci keberhasilan organisasi. Berikutnya barulah organisasi dapat memfokuskan diri untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen, cara-cara memenuhi kebutuhan itu dan akhirnya mengusahakan konsumen untuk tetap mengkonsumsi produk/jasa yang ditawarkan perusahaan.
Di samping itu, organisasi harus memiliki kemampuan pula untuk menyampaikan informasi kepada konsumen bahwa mereka telah menghasilkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Di sinilah fungsi pemasaran (marketing) menonjol. Ia menjadi penghubung antara organisasi dan konsumen. Lebih jauh lagi, fungsi ini dapat diberdayakan untuk mendukung suatu gagasan dan mendidik konsumen. Proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan pendistribusian gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memenuhi tujuan individu dan organisasi.
Oleh karena itu, pertukaran dalam konteks ini dimaksudkan sebagai sebuah proses dimana dua atau lebih pihak saling mempertukarkan sesuatu yang memiliki nilai sehingga pada akhirnya mereka merasa lebih baik setelah melakukan proses ini. Seni dalam berbisnis adalah memelihara da mengembangkan para pelanggan melalui proses penciptaan, penyampaian dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang lebih baik.

http://www.ciputraentrepreneurship.com/

Komentar