Ludruk, Kesenian Tradisional Yang Mulai Redup

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi

Perkembangan kesenian tradisional dewasa ini mulai mengalami pasang surut. Berbagai problem terus mewarnai liku-liku perjalanan kesenian yang menjadi aset masyarakat dalam menumpahkan segala kreativitasnya yang dimiliki. Perlu diketahui, bahwa sebuah kesenian merupakan warisan budaya lokal yang dirintis oleh nenek moyang kita pada masa lampau, sehingga sampai saat ini masih berkembang dan mewarnai berbagai kesenian tradisional yang ada di Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangan kesenian modern yang lebih mapan dan menjanjikan, kesenian tradisional mulai redup dari permukaan bahkan tidak menutup kemungkinan aset budaya lokal tersebut akan sirna diterpa badai kepunahan.

Inilah yang terjadi dengan kesenian ludruk, yang merupakan salah satu kebanggan masyarakat Surabaya sejak dahulu kala. Ludruk dalam percaturan kesenian tanah air mulai berkembang pesat sejak tahun 70-an. Perkembangannya meluas ke seluruh elemen masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang banyak menggemari keseniaan tradisional ini. Bahkan tidak jarang, mereka menjadikan ludruk sebagai wahana untuk mendapatkan semangat dalam menjalani hiruk-pikunya kehidupan.

Melalui pertunjukan ludruk ini, masyarakat banyak mengambil manfaat dan pelajaran sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya lokal yang berkembang saat itu.
Fenomena ludruk dalam masyarakat Jawa dan Madura telah menjadi icon dan aset budaya yang sangat dibanggakan sebagai kesenian daerah yang mampu menampakkan perkembangan dan persaingan dengan kesenian tradisional yang lain. Bagi masyarakat yang menggemari pertunjukan ludruk, mereka mempunyai kebiasan membawa anak-anak mereka untuk turut serta menonton berbagai tema menarik yang banyak menceritakan tentang perjuangan para pahlawan dalam menumpas penjajah.

Dari sinilah, mereka bisa tahu bahwa perjuangan yang dikobarkan pada pahlawan kita di masa perang kemerdekaan tidak mudah. Mereka berjuang dengan sekuat tenaga agar bangsa ini terlepas dari segala bentuk penjajahan yang merongrong stabilitas perekonomian rakyat dan banyak juga yang menyiksa rakyat dengan kejam.

Di samping itu pula, kesenian ludruk banyak menawarkan pencitraan tentang konsep kepemimpinan yang baik dan bertanggung jawab. Banyak sekali kisah maupun keteladanan yang mereka dapatkan ketika menonton ludruk. Salah satunya adalah mereka dapat terhibur dengan beragam acara yang menjadi bagian dari pertunjukan ludruk. Sehingga mereka mampu mengambil inspirasi tentang perjalanan kehidupan yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan secara sungguh-sungguh. Dalam artian, bahwa apabila kita ingin mencapai cita-cita yang kita inginkan, maka jalan satu-satunya adalah tidak pantang menyerah dan berjuang sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Dengan demikian, kita akan menjadi manusia yang tegar dalam menjalani kehidupan dan mampu membawa hidup ini ke arah yang lebih mencerahkan, seperti halnya perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan kita.

Fenomena ludruk yang banyak disorot, tentu memiliki faktor pemicu. Salah satunya adalah dikarenakan ludruk sudah tidak mampu lagi membangun kepercayaan kepada masyarakat. Betapa tidak, masyarakat sekarang sudah mulai meninggalkan kesenian ini dan beralih pada kesenian modern yang lebih menantang dan menawarkan nuansa baru yang mencerahkan. Problem semacam ini, perlu kita identifikasi dan dicari penyebab utamanya, kenapa kemudian ludruk yang menjadi aset budaya lokal tidak mampu berkembang dan mulai menampakkan keredupannya?

Sebagai generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap kesenian tradisional, kita dituntut untuk melakukan pengkajian terkait dengan meredupnya ludruk dalam kehidupan masyarakat. Dalam pengamatan penulis, sebenarnya ada dua hal utama yang menjadikan ludruk tidak berkembang dan sepi dari minat penonton.

Pertama, sebagian besar masyarakat sekarang sudah menganggap bahwa ludruk tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman dan tidak memiliki secercah harapan untuk bersaing dengan kesenian modern yang lebih menjanjikan. Alasan inilah yang barangkali membuat masyarakat tidak tertarik lagi untuk menonton ludruk, karena dianggap tidak menampilkan kesan atraktif dan kreatif. Sehingga masyarakat beralih pada media lain yang lebih dinamis dan banyaknya alternatif hiburan yang layak, semisal televisi, radion, film dan lain sebagainya.

Kedua, sepinya penonton yang memadati pertunjukan ludruk. Ketika minat menonton sudah tidak ada, maka implikasi negatifnya adalah bermuara pada mandeknya perkembangan ludruk ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Kita dapat mengambil contoh, Ludruk Irama Budaya yang bermarkas di daerah Wonokromo. Kelompok ludruk ini benar-benar kembang kempis untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan harga tiket Rp 3.000, setiap pentas mereka hanya ditonton segelintir orang. Tragis memang. Tetapi ini tinggal menunggu keseriusan banyak pihak untuk tetap membuat ludruk hidup layak. (Surya, 02/02/2008).

Revitalisasi

Ketika suatu kesenian tradisional mulai redup, maka sikap kita menanggapi persoalan demikian adalah dengan mencari solusi alternatif. Solusi yang paling preventif dan efektif, yaitu dengan revitalisasi ludruk di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Revitalisasi ini, menurut hemat penulis sebagai salah satu langkah primordial untuk kembali membangkitkan ketertarikan (interesting) masyarakat terhadap kesenian tradisional ini.

Kita mesti melakukan terobosan baru agar masyarakat tidak meninggalkan kesenian tradisional tersebut. Barangkali dengan terobosan baru itu, masyarakat akan kembali tertarik menonton ludruk sebagai aset paling berharga masyarakat Surabaya dan Madura. Maka, revitalisasi ini perlu dilakukan ke seluruh elemen masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap kesenian tradisional.

Strategi untuk merevitalisasi ludruk ini adalah dengan memberikan nuansa baru dalam setiap pertunjukan yang dilaksanakan. Para pemerhati ludruk tentunya harus berupaya melakukan suatu kreativitas dan merealisasikan keinginan penonton yang menjadi penyemangat ketika pentas berlangsung. Diimbangi juga dengan pementasan yang lebih menarik dan membuat penonton terhibur dengan sendiri, sehingga pada gilirannya sepinya penonton yang menyebab redupnya ludruk tidak terjadi lagi.

Karena itu, semua pihak yang berkompeten terhadap eksistensi ludruk dituntut untuk bekerja sama dalam melestarikan kesenian tradisional ini agar tetap eksis di tengah-tengah merebaknya era globalisasi yang menuntut kita semua berpacu dengan waktu. Semoga dengan dukungan banyak pihak, ludruk akan tetap menjadi aset budaya lokal yang berkembang dan tidak tergerus oleh perkembangan zaman.

Mohammad takdir Ilahi, Kelahiran Pamekasan Madura Jawa Timur

Komentar