Gelombang Kudeta Di Timur Tengah

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi

Gelombang krisis politik yang melanda negara-negara Timur Tengah-Afrika, ternyata mendapatkan perhatian dari dunia Internasional. Ini karena, Timur Tengah memiliki peranan penting dalam menciptakan perdamaian dunia dan merupakan wilayah strategis sebagai penghasil minyak terbesar di berbagai belahan dunia. Tidak heran bila munculnya gejolak politik yang melanda negara-negara Timur Tengah membuat dunia Internasional kalang kabut menyoroti masa depan rezim otoriter yang telah berkuasa cukup lama.

Itulah sebabnya, awal tahun 2011 seolah menjadi guntur politik yang menegangkan bagi masa depan rakyat di Timur Tengah sehingga bisa memunculkan konstelasi politik yang berujung pada kejatuhan rezim otoriter. Gejolak politik yang berkembang saat ini ternyata bisa berimbas pada aksi demonstrasi besar-besaran dengan sebuah tuntutan kejatuhan rezim otoriter yang telah lama berkuasa. Tuntutan mundur secara paksa dan tidak terhormat merupakan langkah strategis yang dilakukan rakyat dalam menciptakan perubahan dan mendamba kehidupan yang lebih sejahtera serta berkeadilan.

Gejolak politik ini dimulai dari tuntutan mundur secara tidak terhormat atau jalan kudeta yang dilakukan rakyat Tunisia telah berhasil menurunkan secara paksa Presiden mereka, Zine El Abidine Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun. Seolah irama gendang yang diikuti oleh penari, Aljazair pun ikut bergemuruh dengan melakukan aksi besar-besaran. Pada saat bersamaan, rakyat secara massif turun ke jalan untuk meminta pertanggungjawaban penguasa atas penderitaan yang mereka alami selama ini.

Di saat gejolak politik yang semakin memanas di Timur Tengah, rakyat Jordania juga melakukan aksi serupa dengan menuntut pertanggungjawaban Raja Abdullah atas krisis ekonomi yang melanda rakyatnya. Alhasil, Raja Abdullah segera membubarkan kabinetnya karena tidak tahan dengan tuntutan rakyat yang semakin tidak terkendali. Demikian juga dengan rakyat Yaman, yang seolah-olah tak mau ketinggalan kereta, sehingga mereka pun turun ke jalan menuntut pembenahan sistem dan perbaikan ekonomi rakyat yang semakin mengalami kesenjangan di berbagai lini kehidupan.

Kini, gelombang politik yang berujung pada tuntutan mengkudeta pemerintah yang berkuasa pun melanda negeri Piramid, Mesir. Selama hampir dua pekan, rakyat Mesir masih bertahan di alun-alun Tahrir untuk menggulingkan secara paksa Presiden Hosni Mubarak yang tela berkuasa selama 30 tahun. Tidak heran bila muncul gerakan dua juta orang, menyemut, yang menuntut paksa Mubarak agar lengser dari singgasananya, sekarang juga. Namun, di tengah suasana yang mencekam itu, Mubarak secara tegas mengatakan tidak akan mundur sebelum masa jabatanya berakhir pada September mendatang.

Kenapa Bergemuruh?

Sebagaimana diketahui bahwa Timur Tengah merupakan kawasan yang strategis. Siapa yang menguasai wilayah ini hampir bisa dipastikan akan mendominasi dunia, karena memang wilayah ini merupakan sumber penghasil minyak yang sangat kaya. Selain itu, Timur Tengah memiliki peta geo-politik yang cukup menakjubkan dan tempat lahirnya agama-agama besar dunia (Yahudi, Nasrani, dan Islam). Itulah sebabnya, posisi Timur Tengah yang strategis telah membuat daerah ini menjadi daerah rebutan kekuatan-kekuatan politik dunia sehingga tidak ayal jika wilayah ini terus-menerus didera konflik yang berkepanjangan.

Dalam konteks ini, saya mencermati bahwa persoalan di Timur Tengah berakar dari imperialisme Barat ke wilayah tersebut sejak masa kemunduran Kekhilafahan Islam. Semua persoalan sekarang, kalau ditarik, pastilah berhubungan dengan sejarah imperialisme Barat di Timur Tengah dan kemunduran Kekhilafahan Islam. Akar persoalan ini secara apik dianalis oleh David Fromkin dalam “A Peace to End All Peace”,yang mengatakan bahwa Pembagian bekas Kekaisaran Ottoman setelah Perang Dunia I menjadi biang keladi ketidakpastian politik dan kemelut di Irak modern dan seluruh Timur Tengah dalam setengah abad belakangan ini.

Terlepas dari persoalan di atas, kita semakin bertanya-tanya, kenapa konflik yang mendera Timur Tengah terus berlanjut sampai sekarang? Dalam konteks ini, Hamid Awaludin, Dubers RI untuk Rusia menegaskan bahwa faktor determinan terjadinya gerakan protes rakyat di sejumlah negara Timur Tengah dapat ditarik oleh tiga agenda besar. Pertama, kondisi dan beban ekonomi rakyat yang kian mendera. Daya beli yang kian menurun, bersamaan dengan kian tingginya harga-harga. Di saat bersamaan, kemiskinan dan pengangguran semakin tidak terkendali dan rakyat mengalami penderitaan yang cukup berkepanjangan sejak rezim Hosni Mubarak berkuasa.

Kedua, rakyat menuntut tercapainya pengelolaan negara yang transparan dan akuntabel dalam beberapa aspek. Mereka menghendaki kepala negara mereka bersikap jujur dan terbuka kepada rakyat mengenai kondisi pemerintahan. Dengan kata lain, rakyat tidak ingin tertipu oleh tindakan yang sifatnya hanya merupakan retorika dan kamuflase. Pendek kata, rakyat sudah muak dengan adanya janji-janji dan iming-imingan fatamorgana yang artifisial.

Ketiga, rakyat menuntut kebebasan berdemokrasi. Mereka ingin sekali menghirup udara segar, yang bebas dari tekanan dan terhindar dari bayang-bayang tangan besi rezim penguasa. Bersamaan dengan itu, rakyat menuntut adanya transisi kepemimpinan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Pada titik inilah, ketiga faktor di atas hadir di Timur Tengah yang semakin bergolak dan menjadi common platform perjuangan bagi rakyat untuk mendamba tegaknya prinsip-prinsip demokrasi yang dinilai tidak hadir di negeri Piramida itu. Kita semua berharapa bahwa konflik politik yang melanda Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya dapat dijadikan pelajaran bagi negara lain agar tidak menerapkan sistem pemerintahan yang otoriter sehingga gelombang kudeta bagi pemimpin yang berkuasa tidak menjadi kisah yang mengerikan.


Mohammad Takdir Ilahi, Staf Riset The Mukti Ali Institute Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Alamat: Gg. Ori 02. No. 6-F Papringan Depok Sleman Yogyakarta. Emael. tkdr_ilahi@yahoo.co.id.

Komentar