Pembubaran Ormas dan Ancaman Makar

Oleh. Mohammad Takdir Ilahi

Wacana pembubaran ormas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata menuai kontroversi dan perdebatan panjang di berbagai media. Sejumlah pihak yang terkait dengan organisasi massa (Ormas) merasa terancam eksistensinya akibat pernyataan Presiden yang seolah-olah ingin membubarkan ormas yang dianggap membuat kekacauan di masyarakat. Tak ayal bila instruksi Presiden untuk membubarkan ormas anarkistis semakin menambah persoalan kebangsaan kita yang masih berlarut-larut sehingga wacana ini perlu dikaji lebih mendalam agar tidak memecah belah persatuan yang lebih parah lagi.

Saya mencermati bahwa wacana pembubaran ormas bukanlah suatu sikap yang ambivalen dari pemerintah, melainkan wacana itu sebagai bukti perhatian pemerintah yang merasa gerah dengan sejumlah kekerasan yang terjadi belakangan ini. Dengan kata lain, pemerintah harus bertindak tegas atas tindakan ormas anarkis yang meresahkan masyarakat dan mengancam disintegrasi bangsa yang kita cintai. Sebagaimana diketahui bahwa atas nama apa pun kekerasan tidak bisa dibenarkan, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa yang cukup besar.

Bercermin pada kekerasan yang terjadi baru-baru ini, kita memang sangat prihatin dengan semangat kebhinnekaan kita yang mulai rapuh akibat hilangnya kesadaran kita sebagai bangsa yang majemuk. Semakin meluasnya eskalase kekerasan yang menghakimi pihak minoritas, kita juga sangat khawatir dengan ideologi pancasila yang seolah-olah tidak tertanam dalam sanubari kita. Bahkan seolah-olah ideologi kita mulai terancam akibat pengaruh ideologi garis keras yang menghalalkan tindakan kekerasan sebagai simbol kebenaran dan keabsahan dalam menjalankan ajaran agama.

Ketika pembantaian manusia di Cikeusik menjadi tontonan khalayak ramai laksana pertunjukan layar tancap, kita sangat merinding melihat manusia saling terkam satu sama lain dan pihak aparat negara seolah-olah diam tak berkutik menyaksikan pertunjukkan kekerasan yang dilakukan sekelompok ormas yang tidak bertanggung jawab.
Pada satu sisi, kita sangat prihatin dengan masa depan ideologi pancasila yang dianggap ideologi kafir oleh kelompok-kelompok yang ingin meruntuhkan Republik ini. Sementara di lain pihak, aparat negara tidak mampu menghalau kebengisan sekelompok ormas yang membabi-buta tanpa prikemanusiaan. Bahkan di Madura berdiri masjid bernama Masjid Anti Pancasila pun aparat negara diam saja tidak melakukan tindakan tegas terhadap ancaman ideologi negara tersebut.

Saya khawatir bila aparat penegak hukum tidak mengikuti instruksi Presiden, kredibilitas negara akan semakin turun di mata rakyat. Ini karena rakyat membutuhkan kehadiran negara dalam menghadapi persoalan kekerasan, terkait benturan horizontal di masyarakat. Sementara yang kita saksikan belakang ini, negara seolah-olah tidak hadir dan tanpa wibawa untuk melakukan tindakan tegas terhadap sekelompok ormas yang jelas-jelas membuat keresahan di masyarakat. Itulah sebabnya, saya berharap bahwa wacana pembuburan ormas dapat dibuktikan sehingga tidak dianggap sekedar retorika dan wacana belaka.

Hal ini makin memperihatinkan, negara telah kalah telak ketika tuntutan pembubaran ormas anarkistis itu diabaikan begitu saja tanpa ada tindak lanjut untuk memberikan efek jera terhadap kebrutalan mereka yang meresahkan masyarakat. Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1986 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah memberikan jalan bagi pembubaran ormas anarkistis.

Pada titik inilah, pembubaran organisasi kemasyarakatan (Ormas) anarkis sudah tidak diperlukan lagi bukti-bukti yuridis bila ormas yang bersangkutan sudah sering melakukan tindakan kekerasan yang dapat mengacaukan ketentraman dan kedamaian masyarakat. Jika pemerintahan SBY benar-benar ingin membubarkan ormas anarkis, maka wacana ini harus segera direalisasikan agar tidak menimbukan eskalase kekerasan yang lebih parah lagi. Ini karena, kita berpedoman pada pancasila yang menjadi ideologi bangsa sehingga bila ada sekelompok ormas melanggar hukum dan melakukan tindakan anarkis, maka harus ditindak tegas tanpa pandang bulu.

Ancaman Makar

Semakin meluasnya eskalase kekerasan atas nama agama di negeri ini, maka semakin besar pula ancaman disintegrasi bangsa. Bagi saya, maraknya kekerasan bisa menimbulkan perpecahan di antara sesama bangsa, karena kita hanya mengedepankan arogansi primordial dan sektarian daripada semangat kebangsaan dan kemajemukan yang kita miliki. Bahkan, wacana pembubaran ormas telah menimbulkan reaksi keras dari Front Pembela Islam (FPI) yang mengancam akan melakukan makar jika benar-benar instruksi Presiden direalisasikan.

Dalam konteks inilah, saya mencermati bahwa ancaman FPI merupakan bagian dari pemberontakan terhadap negara sehingga harus dilakukan tindakan tegas agar tidak menimbulkan disintegrasi bangsa yang lebih meluas lagi. Bahkan, ancaman makar terasa ringan hanya untuk menggulingkan pemerintahan dan menjadikan Indonesia seperti Tunisia maupun Mesir.

Menghadapi ancaman makar ini, negara tidak boleh kalah oleh gertakan sambel FPI yang hanya mementingkan sekelompok semata, bukan kepentingan bangsa yang lebih besar. Itulah sebabnya, dalam keadaan tertentu negara berhak memonopoli keputusan untuk menghentikan tindakan kekerasan demi mencegah eskalase perpecahan yang dapat menghancurkan tatanan demokrasi dan keutuhan NKRI.

Pada titik inilah, ancaman makar dari sekelompok ormas jangan sampai menghentikan penyelidikan terhadap kasus kekerasan yang terjadi baru-baru ini. Negara harus bisa mengatasi berbagai ancaman dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab yang memang sengaja ingin mengacaukan ketentraman masyarakat. Dengan kata lain, negara bisa mewujudkan wacana pembubaran ormas bila memang eskalase kekerasan tidak bisa
dihentikan dan semakin membuat ancaman berarti bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan demikian, di tengah ancaman perpecahan akibat isu SARA yang memanaskan harmoni keberagaman kita, negara diharapkan mampu melakukan tindakan tegas terhadap sekelompok ormas yang hendak menggulingkan pemerintahan dan membuat kondisi tambah kacau. Hal ini menjadi penting, karena kita hidup di negara pancasila yang menjunjung tinggi hukum sebagai landasan hidup dalam berbangsa dan bernegara.

Mohammad Takdir Ilahi, Staf Riset The Mukti Ali Institute Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Komentar